SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Kampung Purwodinatan pada masanya pernah menjadi sentra pembuatan kerajinan Warak Ngendok.
Warak Ngendok seperti yang diketahui adalah hewan mitologi berkaki empat yang menggambarkan keragaman dan kerukunan etnis di Kota Semarang.
Bertahun-tahun berjalan, layaknya berbagai hal yang digilas zaman, satu per satu pengrajin Warak Ngendog berguguran karena kerajinan itu sudah tak populer.
Salah seorang pengrajin yang masih bertahan adalah Arif Rahman. Dia bahkan adalah generasi kedua dari bapaknya yang sudah membuat Warak Ngendog sejak 1990-an.
“Saya belajar ini sejak kecil, sejak SMP sekitar usia 15 tahun. Dulu belajar dari bapak,” ungkap Arif di rumahnya di Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, pda Kamis, 20 Februari 2025.
Baca Juga: Rekomendasi 7 HP Kamera Ultrawide 0,5X Termurah yang Cocok Dibeli Pecinta Fotografi
Sembari mengenang Arif menuturkan memang dulu hampir semua orang di Purwodinatan membuat Warak Ngendog.
Tiap jelang bulan ramadhan tiap rumah di Purwodinatan kompak memproduksi warak ngendog untuk dijajakan di Kota Semarang, khususnya ketika ada Dudgeran.
“Dulu di sini hampir semua orang bikin warak ngendok. Kalau sekarang cuma sisa saya, tidak ada lagi yang neruskan,” sambungnya.
Namun seiring berjalannya waktu, pengrajin warak ngendog di Purwodintan yang bertahan tinggal satu orang yakni dirinya sendiri.
Arif menambahkan, ia sebenarnya cukup memahami penurunan pesanan warak ngendog ini. Menurut dia, sedikit anak-anak atau generasi muda yang tau filosofi dari warak ngendok.
Baca Juga: Kisah Cinta yang Absurd dalam Pusaran Kriminal Semarang
Anak-anak, umumnya akan bermain mainan modern seperti gadget. Bahkan, kebanyakan pelanggannya adalah orang tua dengan usia di atas 50 tahun.
“Sekarang yang beli malah orang tua, sedangkan anaknya nggak suka. Ada langganan yang tiap tahun beli, umurnya 80 tahun,” ucapnya.