Kisah Perias Jenazah di Semarang: Teman Akrab Orang Meninggal, Bikin Cantik sebelum Pergi Selamanya

photo author
- Jumat, 6 Desember 2024 | 13:35 WIB
Indah Murti Astuti (kanan) bersama Sumiyati (kiri) di ruang jenazah yang digunakan untuk make up. Keduanya adalah perias jenazah dari Semarang. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Indah Murti Astuti (kanan) bersama Sumiyati (kiri) di ruang jenazah yang digunakan untuk make up. Keduanya adalah perias jenazah dari Semarang. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Indah Murti Astuti masih terkantuk-kantuk ketika diajak ibunya, Kalimah, larut malam ke ruang jenazah di sebuah rumah sakit di Semarang pada tahun 1989.

Bangsal rumah sakit juga sudah sepi. Beberapa lampu dipadamkan sehingga kegelapan di lorong ibarat mulut raksasa yang siap menerkam. Di luar sana angin lewat sesekali dan kerik jangkrik bersahutan. Indah mengikuti ibunya sambil menggerutu.

"Mbok ya besok aja to bu mandiin jenazahnya. Ini sudah malam. Ngantuk," ucapnya.

"Tidak bisa nduk. Keluarganya minta sekarang," timpal Kalimah.

Indah tahu pekerjaan ibunya adalah seorang pemandi jenazah sekaligus perias. Namun selama ini dia tidak pernah ikut.

Baca Juga: Khong A Djong, Legenda Kung Fu Shaolin di Semarang: Disegani Para Jawara, Pernah Hajar 9 Preman Bersenjata Tajam

Kalimah sendiri lebih sering mengajak Sri Sumiyati, kakak Indah, saat bertugas. Hari itu, kebetulan Sri sedang ada keperluan lain dan kematian tidak pernah bisa menyesuaikan jadwal. Kalimah pasti akan repot jika bekerja sendirian. Maka satu-satunya solusi adalah mengajak anak keduanya.

Begitu sudah masuk ke ruang jenazah, Kalimah sudah mendapati mayat seorang perempuan tua yang terbaring.

Tubuhnya hanya pucat saja, tak ada bercak darah atau kotoran-kotoran ganjil. Baunya masih wajar dan tidak amis-amis amit. Dia lega, artinya bukan jenazah penyakitan atau korban kecelakaan sehingga pekerjaannya tidak berat.

Ketika Kalimah hendak melepas baju jenazah dan memandikan, pinggangnya dicengkram oleh Indah. Matanya menyipit dan sesekali mengeluh.

"Nggak perlu takut, nduk. Ini bakal jadi penghidupanmu suatu hari nanti," kata Kalimah meredakan rasa takut Indah.

Baca Juga: Laku Hidup Sang Pawang Hujan dari Semarang: Bagaimana Dia Bekerja Sampai Harus Bentrok Sesama Profesi

Ucapan itu manjur dan Indah menurut. Meskipun tubuhnya gemetar tetapi Indah mau membantu ibunya memandikan jenazah.

Sikap itu bikin Kalimah kesengsem. Hatinya riang dan bersyukur, gadis kecilnya mau membantu ibunya meski ketakutan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X