SEMARANGTENGAH, AYOSEMARANG.COM - Gebyuran Bustaman bakal kembali digelar untuk memasuki bulan Ramadan, Minggu 27 Maret 2022.
Sejauh ini Gebyuran Bustaman memang jadi tradisi tahunan bagi Kampung Bustaman di Jalan MT Haryono, Purwodinatan, Semarang Tengah untuk menyambut bulan ramadan.
Di tahun 2022 ini, bahkan Gebyuran Bustaman sudah mencapai 10 tahun dalam melakukan tradiri tahunan tersebut.
Baca Juga: Apa Hukumnya Pacaran di Bulan Ramadhan?
Sesepuh Kampung Bustaman, Haris Bustaman menuturkan, jika tradisi Gebyuran Bustaman ini adalah untuk menghilangkan segala sifat buruk dan segala syak wasangka sebelum memasuki bulan puasa. Tradisi ini untuk meneruskan kebiasaan Kyai Bustaman.
“Dulu Kyai Bustaman sering memandikan keturunanya di sumur itu. Baru pada tahun 2013 kami membuatnya sebagai sebuah tradisi,” jelas Haris, Jumat 25 Maret 2022.
Dalam tradisi di tahun-tahun sebelumnya, warga Kampung Bustaman akan mengadakan arak-arakan kecil di sepanjang gang. Dalam arak-arakan itu, ada warga yang menari memakai topeng berwujud raksasa sebagai simbol sisi buruk sifat manusia.
Ada juga yang membawa replika patung kambing sebagai simbol Kampung Bustaman sebagai pusat penjagalan kambing di Semarang. Setelah arak-arak, prosesi gebyuran dimulai.
Baca Juga: Arti Tarhib Ramadhan yang Populer Jelang Bulan Puasa
Dalam penyelenggaraan yang ke-10 ini, Gebyuran Bustaman akan mengangkat tema "Akas Waras" atau Sehat Total.
Ketua Panitia Aprodita Syams mengatakan acara kali ini terselenggara berkat kerjasama antara warga Bustaman, Disbudpar Pemkot Semarang dan Kolektif Hysteria.
"Warga kampung dan Kolektif Hysteria memulainya 10 tahun lalu dan sekarang telah menjadi tradisi," ucapnya.
Rangkaian acaranya juga lebih semarak. Ada pengajian, ziarah bersama, musik, kuda lumping dan rebana, forum kampung, serta perang air itu sendiri.
Aris Zarkasyi, ketua RT IV RW III sekaligus panitia kampung menambahkan tahun ini spesial warga membuat pengajian untuk tokoh penting yang makamnya di dalam rumah warga.
"Makamnya sudah menyatu dengan rumah warga dan dulunya tidak teridentifikasi, setelah kami konsultasi ternyata beliau adalah Sayyid Abdullah, tokoh syiar di masa lalu," katanya.
Sebagaimana kebiasaan warga Bustaman, sudah sejak lama festival kampung selalu peduli dengan kekayaan cerita rakyat dan potensi lokal.