SEMARANGTENGAH, AYOSEMARANG.COM -- Berikut ini ulasan mengenai kosakata dialek semarangan yang bisa Anda ketahui.
Adapun kosakata dialek semarangan kali ini merupakan lanjutan artikel sebelumnya.
Yang mana, kosakata dialek semarangan kali ini akan dimulai dari genjot hingga gilo-gilo. Apa saja artinya, simak ulasannya di bawah ini.
Beberapa kata dalam dialek semarangan, bisa saja memiliki konotasi yang berbeda dengan bahasa Jawa standar.
Hal tersebut disampaikan Hartono Samidjan, peneliti bahasa Kota Semarang dan penulis buku Halah Pokokmen.
Baca Juga: KULINERAN 6 Wingko Babat Paling Laris di Kota Semarang, Siap Borong Untuk Oleh-oleh?
Sebagai contoh, kata "kakekane" yang merupakan umpatan paling populer di Semarang selain " Asem ik", bisa juga berkonotasi tak negatif.
"Misalnya dalam kalimat 'Kakekane ya, lagek melu lomba pisan langsung menang'. Orang yang diajak bicara tidak akan tersinggung, bahkan akan menanggapi dengan senyuman bangga karena merasa dipuji atas kemenangannya," ujarnya keterangannya.
Bagi orang luar, lanjut Hartono, kata "nyekek" (Makan), "njeplak" (Ngomong), kakekane (umpatan) dan "rak sah ndobol" (Tidak usah berbohong) dianggap sebagai ucapan kasar, bahkan sangat kasar.
"Namun bagi orang semarangan, kasar atau tidak kata tersebut, sangat tergantung pada cara pengucapan dan kepada siapa kata-kata itu ditunjukkan," Imbuhnya.
Di dialek semarangan, juga ada kata-kata yang bermakna ganda. Seperti contoh "metu". Dalam dialek lain berarti " Keluar". Namun di dialek Semarangan bisa pula diartikan "lewat" atau "melalui".
Bahasa semarangan juga hanya mengenal satu kata untuk menggambarkan konsep "jatuh" Yakni dengan kata "tiba".
Padahal, makna jatuh dalam bahasa Jawa standar diungkapkan dalam beberapa kata berbeda tergantung peristiwanya. "keglundhungan" (Terjatuh dari tempat tidur) dan "jiglok" (buah jatuh dari pohon).
Baca Juga: KAMUS SEMARANGAN Apa Arti Kata Ngendhog dan Enggok-enggokan?