SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Remaja masjid dan mushola merupakan salah satu pilar penting bagi generasi muda. Mereka mempunyai peran untuk menanamkan moderasi beragama, dan diharapkan punya kecakapan literasi digital dalam menghadapi era transformasi digital.
"Di era 4.0 remaja masjid atau mushola mempunyai peran strategis dalam mengkampanyekan moderasi beragama, menyebarkan konten-konten keagamaan yang menyejukkan lewat media digital," ucap Ketua Umum Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia (PRIMA DMI) Provinsi Jawa Tengah Ahsan Fauzi di Semarang, Minggu 5 Desember 2021.
Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA JT) Periode 2011-2013 itu menuturkan, di era digital, semua orang dapat dengan mudah menyampaikan informasi. Dengan meningkatnya pengguna internet setiap tahun yang terdiri dari beragam latar belakang maka harus ada batasan tertentu dalam menggunakan media digital.
Baca Juga: Pemahaman Mengenai Aborsi yang Marak pada Kalangan Anak Muda
Penggunaan media digital yang mengabaikan nilai persatuan dan perbedaan dapat memunculkan ancaman disintegrasi bangsa. Oleh sebab itu, diperlukan etika digital untuk mencegah dan meminimalisir ancaman tersebut.
“Dengan etika, Indonesia yang dikenal sebagai warga negara yang ramah tentunya bisa diwujudkan juga ketika berada di ruang digital. Secara sederhana etika digital itu dapat menyeimbangkan hak dan tanggung jawab, menggunakan bahasa yang benar dalam komunikasi, serta menimbang baik dan buruk sebelum bertindak,” ujar Ahsan
Pengurus Bidang Remaja Pelaksana Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (PP MAJT) itu menegaskan, etika tidak hanya tentang kepantasan melainkan juga menyangkut pertanggungjawaban karena tanpa etika saat berinteraksi di media sosial dapat mendatangkan kemudharatan. Misalnya tersebarnya hoaks, ujaran kebencian, serta perlakuan perundungan siber.
Terkait hoaks sendiri, dalam ajaran Islam telah dijelaskan dalam Alquran surat Alhujurat ayat enam. Pada intinya, ketika menerima informasi seseorang harus melakukan tabayyun atau verifikasi dan evaluasi sebelum disampaikan lagi ke khalayak.
Larangan menyebarkan hoaks juga dijelaskan dalam surat Annur ayat enam belas, bahwa tidak pantas bagi seseorang menyampaikan informasi bohong atau tidak sesuai dengan kebenaran.
“Remaja masjid dan takmir harus cerdas bermedia. Etika perlu diterapkan, jangan sampai media yang harusnya bisa menjadi media untuk mendidik, berdakwah, dan menyampaikan kebaikan justru menjadi malapetaka. Jika etika digital tidak diterapkan maka akan terjadi tindakan perundungan, berita palsu, pelecehan seksual, pornografi, ujaran kebencian di dunia digital,” pesannya kepada para generasi muda, khususnya para generasi muslim, remaja masjid dan mushola.
Baca Juga: BEGINI Tampang Randy Bagus Hari Sasongko Usai Dipenjara, Netizen: Ganti Seragam
Sekretaris Bidang Remaja Masjid Agung Jawa Tengah Hery Nugroho menjelaskan tentang budaya digital, menurut dia, untuk menciptakan ruang digital yang nyaman, maka teknologi dan media digital harus digunakan dengan bijak. Misalnya dengan membuat konten-konten yang bermanfaat, yang mengandung kebaikan, persaudaraan, pengetahuaan, ketakwaan, dan tiada ujaran kebencian.
Bijak bermedia dalam fatwa MUI mengajurkan agar media digital digunakan untuk berdakwah, menjalin silaturahmi, dan tabayyun atau memverifikasi konten dan informasi.
“Dalam budaya digital remaja masjid dan mushola diajak untuk mampu memahami bahwa ruang digital diisi oleh orang yang sangat beragam latar belakangnya sehingga nilai-nilai toleransi dan ukhuwah mestinya diterapkan. Pengguna perlu memahami bahwa perbedaan di ruang digital perlu disikapi dengan bijak, tidak mengunggah atau berkomentar dengan kalimat yang mengandung intoleransi,” kata Hery Nugroho.
Hery menegaskan, Peran remaja masjid dan mushola dalam literasi digital adalah untuk menjadi model dalam penggunaan digital untuk pengembangan diri, menjadi duta dalam penggunaan internet untuk pengembangan diri, serta terus menebarkan penggunaan internet yang bermanfaat.