SEMARANG SELATAN, AYOSEMARANG.COM -- Beberapa kata dalam Bahasa Semarangan, bisa saja memiliki konotasi yang berbeda dengan bahasa Jawa standar.
Hal tersebut disampaikan Hartono Samidjan, peneliti bahasa Kota Semarang dan penulis buku Halah Pokokmen.
Sebagai contoh, kata "kakekane" yang merupakan umpatan paling populer di Semarang selain " Asem ik", bisa juga berkonotasi tak negatif.
"Misalnya dalam kalimat 'Kakekane ya, lagek melu lomba pisan langsung menang'. Orang yang diajak bicara tidak akan tersinggung, bahkan akan menanggapi dengan senyuman bangga karena merasa dipuji atas kemenangannya," ujarnya keterangannya.
Bagi orang luar, lanjut Hartono, kata "nyekek" (Makan), "njeplak" (Ngomong), kakekane (umpatan) dan "rak sah ndobol" (Tidak usah berbohong) dianggap sebagai ucapan kasar, bahkan sangat kasar.
AYO BACA : [KAMUS SEMARANGAN] Mbasakke Awake Dhewe dalam Dialek Semarangan bukan Hal Salah
"Namun bagi orang Semarangan, kasar atau tidak kata tersebut, sangat tergantung pada cara pengucapan dan kepada siapa kata-kata itu ditunjukkan," Imbuhnya.
Di dialek Semarangan, juga ada kata-kata yang bermakna ganda. Seperti contoh "metu". Dalam dialek lain berarti " Keluar". Namun di dialek Semarangan bisa pula diartikan "lewat" atau "melalui".
Bahasa Semarangan juga hanya mengenal satu kata untuk menggambarkan konsep "jatuh" Yakni dengan kata "tiba". Padahal, makna jatuh dalam bahasa Jawa standar diungkapkan dalam beberapa kata berbeda tergantung peristiwanya. "keglundhungan" (Terjatuh dari tempat tidur) dan "jiglok" (buah jatuh dari pohon).
"Maka, 'tiba' dalam bahasa Semarangan juga punya turunan kata yakni 'tibanan' yang punya dua arti. Pertama, tibanan berarti mudah jatuh atau sering jatuh, kedua, tibanan berarti barang yang jatuh," imbuhnya.
Dalam paramasastra (tata bahasa), kata keterangan yang mendapatkan penambang (akhiran) "an" akan mengalami perubahan bunyi. Misalnya turu menjadi turon dan lali menjadi lalen. Jadi turunan kata "tiba" yang diberi akhiran "an" seharusnya menjadi "tiban" bukan "tibanan".
AYO BACA : PPKM Darurat Batang, Bupati Wihaji Tutup Total Tempat Wisata
" Demikian pula kata "tiba" mendapat imbuhan ke-an akan menjadi ketiban (kejatuhan) bukan ketibanan. Namun dalam dialek Semarangan justru kata "ketibanan" lebih sering dipakai," Katanya.
Kosakata mingguan bahasa Semarangan hari ini: