BATANG, AYOSEMARANG.COM -- Sri Astutik (52) warga Kota Pekalongan menjadi korban mafia tanah setelah mengurus sertifikat tanah waris di sebuah Kantor Notaris terkenal.
"Awalnya tanah keluarga seluas 5.660 meter persegi dijual ke kontraktor bernama Pak Ghozali namun masih diberikan uang panjar sebesar Rp 100 juta."kata Sri Astutik.
Namun, tanah tersebut tidak kunjung dilunasi selama empat tahun, hingga akhirnya ahli waris sepakat untuk mencabut penjualan tanah.
Setelah mediasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH), pihak pembeli menawarkan kesepakatan agar ahli waris bersedia dipotong tanahnya seluas 1.300 meter persegi sebagai ganti biaya yang sudah dikeluarkan oleh pembeli.
"Pak Ghozali sebagai pembeli mengklaim telah menghabiskan biaya menguruk tanah itu sebesar Rp 500 juta belum termasuk biaya lainnya yang timbul. Padahal beliau itu belum sah jadi pemilik tanah, namun sudah berani bertindak seperti pemilik."jelas Astutik, Jumat 16 Februari 2024.
Lebih lanjut, tanah yang diklaim milik Ghozali sebagian juga sudah dijual lagi kepada petinggi BMT Pak ZND, seluas 1300 meter persegi. Padahal tanah tersebut secara hukum kepemilikannya ada di ahli waris.
"Lalu tindaklanjut dari tawaran hasil mediasi, tanah seluas 5.660 atas nama almarhum Kadar dan Karmalah saya bawa ke notaris untuk diseplit jadi tiga sertifikat. Saat itu yang ngurus Abdul Kholiq, beliau itu karyawan sekaligus anak angkat Bu Notaris Laela. Bukti tanda terima ada stempel dan tandatangan Bu Laela," jelasnya.
Baca Juga: Kabupaten Batang Targetkan Raih Penghargaan Swasti Saba 2024 Sebagai Kota Sehat
Namun, saat keluarga ahli waris hendak mengambil tiga sertifikat hasil split, hanya ada dua sertifikat yang bisa diambil, sedangkan satu sertifikat lainnya dikatakan hilang oleh pihak notaris.
"Saya tentu menolak menerima karena hanya dua sertifikat yang bisa diambil, sedangkan satu sertifikat dibilangnya hilang. Ini semua ada permainan apa," ungkap Astutik.
Proses split yang dilakukan dari 2018 hingga 2022 juga menemui kendala, karena tiap kali keluarga ahli waris menanyakan sertifikat yang hilang, tidak pernah mendapatkan kejelasan.
Bahkan, luas tanah yang seharusnya 5.660 meter persegi malah berkurang menjadi 5.454 meter persegi setelah dijadikan tiga sertifikat.
Baca Juga: KPU Batang Bakar Surat Suara Pemilu 2024 Rusak Sebagai Langkah Menjaga Integritas