Beban Hidup Nenek Fatimah: Antara Tabungan BMT Mitra Umat Macet dan Penyakit sang Putri

photo author
- Senin, 5 Agustus 2024 | 17:39 WIB
Sejumlah anggota koperasi BMT Mitra Umat menuntut kejelasan kasus ke Polres Pekalongan kota. (Dok)
Sejumlah anggota koperasi BMT Mitra Umat menuntut kejelasan kasus ke Polres Pekalongan kota. (Dok)

PEKALONGAN, AYOSEMARANG.COM -- Di sudut Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, terdapat sebuah kisah memilukan yang dialami oleh Nenek Fatimah (68). Bukan hanya menjadi korban tabungan macet di BMT Mitra Umat, Fatimah juga harus menghadapi kenyataan pahit karena putrinya mengalami gangguan jiwa akibat masalah yang sama.

Fatimah, seorang buruh masak di warung makan, merasa sangat bersalah kepada putrinya karena tabungan bersama atas namanya itu macet dan tidak bisa dicairkan. Tabungan yang telah mereka kumpulkan selama enam tahun ini, senilai Rp 11 juta, menjadi sumber masalah besar yang mengguncang kehidupan keluarga mereka.

"Anak saya yang ke tujuh dari delapan bersaudara mengalami gangguan jiwa akibat tidak bisa mencairkan uang tabungan tersebut. Sejak itu, dia harus menjalani rawat jalan dan pengobatan rutin," tutur Fatimah dengan nada sedih, Senin 5 Agustus 2024.

Dengan sabar, Fatimah menceritakan kondisi putrinya yang masih harus berobat dan kontrol setiap bulan.

Baca Juga: Minta HP Anggota Kodim 0715 Kendal Dicek Berkala Cegah Judi Online

"Alhamdulillah, kondisinya mulai stabil, tetapi setiap kali mengingat uang di tabungan, sarafnya kambuh lagi," ungkapnya sambil menyeka air mata.

Fatimah mengisahkan bagaimana putrinya mulai uring-uringan dan kerap menyalahkan dirinya setelah mengetahui uang tabungan mereka tidak bisa dicairkan.

Sebagai seorang ibu, Fatimah hanya bisa memendam kesedihan dan memahami rasa frustasi anaknya. Kondisi ini semakin parah hingga putrinya harus berhenti bekerja karena keadaan mentalnya yang mengkhawatirkan.

"Akhirnya anak saya menjalani perawatan dan pengobatan rutin sampai sekarang. Yang tadinya sulit diajak komunikasi, sekarang kondisinya sudah lebih baik dari sebelumnya. Alhamdulillah, dia sudah bisa membantu kakaknya menjahit," katanya dengan sedikit lega.

Baca Juga: Semarang Writers Week Digelar dengan Meriah, Kritisi Literasi Kota Terhadap Pembangunan

Tabungan yang seharusnya digunakan untuk membeli sepeda motor dan biaya selamatan seribu hari kini tak bisa dicairkan. "Niat anak saya menabung itu untuk bisa membeli motor impiannya sendiri. Dengan memiliki sepeda motor, dia bisa lebih mudah mengantar dan menjemput anak sekaligus bekerja," jelas Fatimah.

Namun, kenyataan berkata lain. Uang yang telah mereka kumpulkan dengan susah payah tidak bisa dicairkan.

"Padahal tabungan itu rencananya tidak hanya untuk membeli sepeda motor, namun juga untuk biaya selamatan seribu hari. Sekarang kakak-kakaknya yang repot patungan untuk bisa membelikan motor pengganti," ujarnya dengan suara bergetar.

Kisah Fatimah dan putrinya adalah potret pilu dari dampak ekonomi yang bisa berujung pada masalah kesehatan mental. Semoga ada solusi bagi mereka yang mengalami kesulitan serupa, dan keadilan bisa ditegakkan untuk mengembalikan hak-hak mereka.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB
X