Festival Bahari Jawa Tengah 2024: Sistem Panganan Laut di Tengah Krisis Iklim, Mencari Jalan Menuju Kedaulatan Pangan

photo author
- Rabu, 11 Desember 2024 | 17:53 WIB
Talkshow Festival Bahari Jawa Tengah 2024 yang bertajuk “Bagaimana Sistem Pangan Laut Kita untuk Mencapai Kedaulatan Pangan,” di Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Unika Soegijapranata, BSB City, Kota Semarang. (dok.)
Talkshow Festival Bahari Jawa Tengah 2024 yang bertajuk “Bagaimana Sistem Pangan Laut Kita untuk Mencapai Kedaulatan Pangan,” di Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Unika Soegijapranata, BSB City, Kota Semarang. (dok.)


SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Sistem pangan laut Indonesia tengah berada di persimpangan kritis. Ancaman ocean grabbing, praktik perikanan ilegal, perubahan iklim, hingga ketidakadilan pasar telah merusak tata kelola yang berkeadilan. Nelayan kecil yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan laut semakin terpinggirkan.

Ironisnya, di tengah keanekaragaman hayati laut yang melimpah, Indonesia masih menghadapi malnutrisi, kelaparan, dan ketergantungan pada pasar global yang tak berpihak.
Demikian terungkap dalam Talkshow Festival Bahari Jawa Tengah 2024 yang bertajuk “Bagaimana Sistem Pangan Laut Kita untuk Mencapai Kedaulatan Pangan,” di Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Unika Soegijapranata, BSB City, Kota Semarang, Selasa 10 Desember 2024.

Talkshow ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan Festival, yang akan berakhir Rabu 11 Desember 2024. Hadir sebagai Narasumber talkshow ini, Prof. Budi Widianarko, pakar panganan laut dari Soegijapranata Catholic University (SCU), Miranda, Manajer Program Focus, Yayasan Humanis Indonesia, dan Erwin Suryana, Deputi Program dan Jariangan Koalisi untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

"Tata kelola pangan laut kita timpang, didominasi oleh pasar dan korporasi besar. Pada tahun 2008, sistem pangan kita runtuh akibat konflik kepentingan ini. Bahkan, hingga hari ini, nelayan kecil sering hanya menjadi objek politik, bukan aktor utama," jelas Erwin Suryana, Sekretaris Deputi Jaringan dan Program KIARA, memaparkan sejarah
panjang ketimpangan sistem pangan global.

Ia juga menyoroti empat tantangan besar sistem pangan laut, seperti perebutan sumber daya laut oleh korporasi besar; praktik penangkapan ikan illegal dan tidak terlaporkan; perubahan iklim yang memcu hasil tangkapan dan kerusakan ekosistem; serta Ketidakadilan pasar yang berpihak pada eksportir besar, dan menekan nelayan tradisional.
Namun demikian, Erwin menekankan bahwa gerakan berbasis komunitas dapat menjadi solusi untuk memulihkan sistem pangan laut.

"Perempuan nelayan, misalnya, sering kali tidak diakui perannya. Padahal, mereka memiliki kontribusi besar dalam pengolahan dan keberlanjutan sumber daya laut," ujarnya.


Potensi Pangan Akuatik dan Kerang Cermin Ketahanan Laut

Sementara Miranda, Project Manager Konsorsium FOCUS, menawarkan pandangan optimis tentang masa depan pangan laut Indonesia. "Indonesia memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Tapi ironisnya, kita masih berjuang melawan malnutrisi dan kelaparan. Sistem pangan kita perlu transformasi untuk berkelanjutan," jelasnya.

Ia memperkenalkan konsep blue food, pangan akuatik yang rendah jejak karbon dan kaya nutrisi, sebagai solusi untuk ketahanan pangan sekaligus pelestarian lingkungan. Miranda juga menekankan perlunya melibatkan semua pihak—nelayan, pemerintah, dan akademisi—dalam membangun sistem pangan yang adil dan berkelanjutan.

Sementara Prof. Budi Widianarko yang mengangkat isu menarik tentang peran kerang dalam ekosistem laut. Ia menjelaskan bagaimana pencemaran di kawasan pesisir, seperti Bedono dan Sayung di Demak, Jawa Tengah, telah merusak habitat kerang.
Terutama kerang hijau memiliki kemampuan menyaring polutan, tapi kualitasnya menurun seiring meningkatnya pencemaran.

Budi menjelaskan hasil riset dia menemukan jenis kerang dara yang kecil saja dapat menyaring 7-14 liter/hari sedangkan kerang hijau 20-60 liter/perharinya. Seolah memberi kabar bahwa itulah kebaikan alam, namun tentu saja jika air laut tercemar dan kotor kerang-kerang akan berpindah tempat.

“Bisa saja kerang dara membersihan air laut tetapi ketika kotor akan hilang juga, dan datang kerang ijo yang ketahanan matinya cukup lama. Kalau kerangnya besar berarti subur bukan berarti logam beratnya banyak, dan kalau banyak logam beratnya malah kecil karena dia takut. Jika berbicara soal sumber pangan laut tidak bisa dipisahkan dari
keasrian lingkungan yang dipengaruhi dari industri, pembuangan limbah yang sembarangan dan lain sebagainya dan kalau Timbulsloko di Demak misalnya tertutup dengan jalan tol maka kerang tidak akan ada, sehingga budidaya kerang yang dilakukan oleh masyarakat pesisir akan berkurang,” kata Budi.

Dia juga menegaskan bawa pembangunan jalan tol yang menanggul laut di Jateng, sesungguhnya telah menghalangi perjumpaan air muara dengan air pasang laut, mengubah kawasan bakau dan menghalangi masuknya ikan dan udang ke kawasan. Sebagai solusi, ia menyarankan pengelolaan ekosistem pesisir yang lebih bijak, termasuk adopsi teknologi budidaya yang higienis untuk meningkatkan nilai tambah produk kerang lokal.

Dalam diskusi juga dihadirkan Tri Ismuyati, seorang perempuan nelayan dari Jepara, yang menuturkan kisah perjuangan komunitasnya melawan ketidakadilan – melawan perusahaan pertambangan pasir. “Mungkin orang yang punya pemikiran mengeruk pasir laut itu mikirnya buat kepentingan sendiri atau bagaimana, ya. Kami sebagai nelayan yang merasa jelas bahwa itu berdampak luar biasa, karena mata pencaharian kami disana,” ucap Tri.

Ditengah antusiasme peserta talkshow mengenai pangan laut, Tri Ismuniati juga menyampaikan kegiatan yang ia lakukan jika laut yang biasa ia datangi untuk keberlangsungan hidupnya dirusak, sehingga tidak bisa melaut sebagai mestinya nelayan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB
X