AYOSEMARANG.COM -- Di balik kesibukan ribuan jamaah yang memadati Kota Suci, sebuah orkestra rasa tengah diracik di jantung Madinah. Aroma bawang goreng yang renyah, pedasnya cabe hijau yang menggoda, dan keharuman bumbu gepuk yang meresap, menyeruak dari sebuah dapur yang tak pernah tidur: Uhud Taibah for Catering.
Inilah "rumah makan" bagi ribuan jemaah haji Indonesia, tempat kerinduan akan cita rasa kampung halaman diolah dengan cinta dan dedikasi.
Minggu malam, 4 Mei 2025, jarum jam menunjukkan pukul 23.00 Waktu Arab Saudi, atau Senin dini hari bagi Tanah Air. Di tengah keheningan malam Madinah, tim Media Center Haji menyusuri Jalan Pangeran Nayef Bin Abdulaziz, menuju pusat kuliner yang tak kenal lelah ini.
Tur dimulai dari dapur kering yang menyimpan harta karun rempah Indonesia, diracik ulang dengan cermat untuk menjaga otentisitas rasa.
Melangkah lebih dalam, aroma semakin kuat menyeruak dari hot room, ruang memasak utama yang dipenuhi panci-panci berukuran fantastis. Di sinilah, di bawah arahan tangan-tangan terampil, hidangan untuk ribuan perut disiapkan dengan presisi.
Perjalanan rasa berlanjut ke gudang penyimpanan, tempat bumbu-bumbu khas Nusantara tertata rapi – dari aroma khas bumbu gepuk yang menggugah selera hingga segarnya aroma cabe hijau yang membangkitkan selera makan. Daging segar tersimpan aman di cold room yang membekukan, sementara buah-buahan menunggu giliran untuk disantap di ruang sejuk khusus.
Kebersihan adalah harga mati di sini. Lantai kinclong, peralatan memasak tertata sempurna, dan tak ada setitik pun bahan makanan yang tercecer.
Di tengah kesibukan dapur, Chef Muhammad Suhendi, sang komandan rasa yang jauh-jauh datang dari Cisarua, Bogor, menyambut dengan senyum ramahnya. Ia mengungkapkan rahasia utama di balik kelezatan hidangan haji ini: 90 persen bumbu yang digunakan adalah warisan dari Indonesia.
“Pemerintah sangat membantu dengan mengirimkan bumbu siap pakai langsung dari Tanah Air. Rasanya tetap Indonesia, dan yang pasti lebih ringan di lidah dibanding bumbu Arab,” jelasnya dengan bangga.
Chef Suhendi membeberkan bahwa menu harian telah disusun apik oleh petugas haji Indonesia, dengan rotasi yang memastikan variasi dan nutrisi yang cukup bagi para jamaah.
“Setiap Jumat, kami menyajikan nasi Arab dengan ayam panggang dan kurma, sebagai sentuhan lokal. Tapi tetap saja, menu Nusantara mendominasi. Nasi uduk yang gurih, orek tempe yang manis pedas, dan berbagai sambal yang bikin rindu rumah selalu hadir,” tuturnya, seolah membocorkan resep kebahagiaan di perantauan.
Dadang Suratman, tenaga ahli pengawas konsumsi haji dari Poltekpar NHI Bandung, menambahkan bahwa proses distribusi makanan diawasi dengan sangat ketat.
“Proses memasak dimulai pada malam hari. Pukul 6 pagi, makanan sudah harus tiba di hotel-hotel jamaah. Suhu harus dijaga stabil di 80 derajat agar tetap hangat dan aman dikonsumsi,” tegasnya.
Sebelum sampai ke meja makan jamaah, setiap sampel makanan wajib menjalani pengujian ketat di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI).