KENDAL,AYOSEMARANG.COM – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kendal mengalokasikan anggaran sebesar Rp5 miliar untuk pengadaan seragam batik bagi 25.000 siswa Sekolah Dasar (SD) negeri pada Tahun Ajaran Baru 2025/2026. Kebijakan yang diambil di tengah upaya efisiensi anggaran daerah ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat.
Seragam batik dengan motif khas Kendal tersebut dirancang langsung oleh Bupati Kendal, Dyah Kartika Permanasari. Pada tahap pertama, penyerahan seragam difokuskan kepada siswa yang naik ke kelas 2, 3, dan 4 di SD negeri se-Kabupaten Kendal.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kendal, Ferinando Rad Bonay, menjelaskan bahwa bantuan ini khusus diperuntukkan bagi siswa SD negeri. Menurutnya, sekolah swasta umumnya telah memiliki seragam sendiri yang telah diatur oleh yayasan masing-masing.
“Sekolah swasta seperti di bawah Lembaga Pendidikan Maarif sudah memiliki batik khususnya sendiri. Jadi, pemberian ini fokus pada siswa SD negeri,” jelas Ferinando.
Dia menegaskan bahwa proses pengadaan dilakukan melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan sistem e-katalog yang sesuai dengan Standar Satuan Harga (SSH) daerah. Setiap siswa akan menerima satu setel seragam senilai Rp200.000 yang telah jadi dan siap pakai.
“Tujuannya agar anak-anak mendapat seragam yang bagus, nyaman, dan tahan lama. Orang tua juga tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk menjahitkan,” tambah Ferinando.
Baca Juga: Daftar Profesi Bergengsi untuk Lulusan Perpustakaan dan Sains Informasi
Bupati Kendal, Dyah Kartika Permanasari, menyatakan bahwa program ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan sekaligus upaya memperkenalkan motif batik khas Kendal.
“Semua seragam sudah dalam bentuk jadi, sehingga meringankan beban orang tua. Ini juga bagian dari melestarikan budaya melalui pendidikan,” ujar Bupati Tika.
Meski dimaksudkan untuk meringankan beban ekonomi orang tua, kebijakan ini tidak luput dari sorotan. Sebagian masyarakat menilai program ini tidak adil karena hanya menyasar siswa SD negeri dan mengabaikan siswa dari sekolah swasta.
Agus Fathudin, salah seorang wali murid di Kendal, mengungkapkan kekecewaannya. “Anak-anak saya yang bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) tidak kebagian. Padahal, pendidikan dasar itu wajib untuk semua. Kalau mau diberi, seharusnya merata,” tegasnya.
Di sisi lain, Abdul Munir, warga Kaliwungu, menilai bahwa pengadaan seragam batik bukanlah kebutuhan mendesak. Menurutnya, dana sebesar Rp5 miliar dapat dialihkan untuk program yang lebih prioritas.
“Tanpa seragam batik pun tidak masalah. Akan lebih bermanfaat jika anggaran tersebut digunakan untuk membantu warga miskin yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,” ujarnya.
Program pemberian seragam batik ini menjadi pembicaraan hangat di masyarakat, menyisakan pertanyaan tentang efektivitas dan keadilan dalam penyaluran bantuan di sektor pendidikan.