Pelajaran dari Bengkulu Media Summit 2025: Media Lokal Harus Relevan, Bukan Sekadar Populer

photo author
- Kamis, 13 November 2025 | 11:21 WIB
Pelajaran dari Bengkulu Media Summit 2025: Media Lokal Harus Relevan, Bukan Sekadar Populer
Pelajaran dari Bengkulu Media Summit 2025: Media Lokal Harus Relevan, Bukan Sekadar Populer

AYOSEMARANG.COM -- Di tengah derasnya arus disrupsi digital, masa depan media lokal tidak lagi ditentukan oleh siapa yang paling besar, melainkan siapa yang paling relevan dengan publiknya.

Pesan inilah yang menjadi sorotan utama dalam Bengkulu Media Summit (BMS) 2025, yang resmi dibuka pada Rabu, 12 November 2025.

Acara ini mempertemukan pengelola media lokal se-Provinsi Bengkulu dan menghadirkan lima narasumber nasional, termasuk Suwarjono, CEO Arkadia Digital Media Tbk, serta Eva Danayanti, Country Programme Manager International Media Support (IMS).

Keduanya menyoroti dua pilar penting masa depan media lokal: bisnis berkelanjutan dan relevansi sosial.

Suwarjono: “Inovasi, Kolaborasi, dan Ekosistem Jadi Nafas Baru Media”

Dalam pemaparannya, Suwarjono menegaskan bahwa tantangan utama media lokal saat ini adalah banjirnya platform digital, turunnya pendapatan iklan, serta disrupsi akibat kecerdasan buatan (AI) dan media sosial.

Menurutnya, kini semua media bersaing di ruang yang sama—di mana algoritma menentukan siapa yang muncul di depan publik dan siapa yang hilang dari radar.

“Audiens berpindah ke media sosial, dan iklan ikut berpindah ke sana. Kalau media tidak menguasai distribusi dan teknologi, maka akan tertinggal,” tegasnya.

Suwarjono menyoroti dominasi raksasa digital seperti Google, Meta, dan ByteDance (TikTok) yang kini menguasai sebagian besar pendapatan iklan global. Kondisi ini menuntut media, terutama media lokal, untuk berpikir ulang tentang sumber pendapatan yang berkelanjutan.

“Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan iklan dan trafik. Media perlu melihat peluang lain seperti event, kolaborasi, pelatihan, bahkan model out of media business,” ujarnya.

Ia mendorong media lokal agar tidak berhenti menjadi ruang pemberitaan semata, melainkan berkembang menjadi “jembatan ekosistem lokal” tempat komunitas, pelaku UMKM, lembaga donor, dan pemerintah daerah bisa saling berinteraksi dan tumbuh bersama.

“Media lokal itu punya kekuatan: kedekatan dan kredibilitas di mata komunitasnya. Kekuatan ini yang harus dikapitalisasi menjadi ekosistem bisnis,” jelasnya.

Menurutnya, tak ada satu model bisnis yang bisa dijadikan rumus tunggal bagi semua media.

“Ada seratus media, mungkin ada seratus model bisnis berbeda. Karena konteks setiap daerah berbeda. Tapi prinsipnya sama: inovasi tiada henti, adaptasi, dan kolaborasi,” tambahnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Gita Esa Hafitri

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X