PEKALONGAN, AYOBATANG.COM - Tragedi memilukan terjadi di Desa Mejasem, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, ketika seorang bayi yang baru berusia dua bulan, MZA, meregang nyawa di tangan ayahnya sendiri.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Pekalongan, AKBP Doni Prakoso, mengungkapkan bahwa pelaku, Nur Fadhilah (27), melakukan aksi kejam tersebut dalam kondisi mabuk berat.
"Pelaku dalam kondisi mabuk kemudian anaknya rewel sehingga terjadi penganiayaan," jelas Kapolres saat mengungkap motif di balik aksi tragis ini, Jumat 23 Agustus 2024.
Penjelasan ini mengungkap betapa rawannya situasi yang terjadi di rumah pelaku pada malam kejadian, yang berakhir dengan nasib tragis bagi bayi tak berdosa tersebut.
Baca Juga: Kronologi Ayah di Pekalongan Bunuh Bayi Sendiri, Pelaku Nyaris Dihakimi Warga
Nur Fadhilah kini telah resmi menjadi tersangka dan menghadapi ancaman hukuman berat. AKBP Doni Prakoso menegaskan bahwa tindakan pelaku melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Pelaku dijerat pasal 80 ayat (4) Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang mengatur sanksi bagi kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian," tegasnya.
Ancaman hukuman bagi pelaku adalah penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam, tidak hanya secara fisik pada tubuh korban yang malang, tetapi juga pada hati masyarakat yang mendengarnya.
Baca Juga: Bayi Ditemukan Meninggal di Desa Mejasem, Ayah Kandung Diduga Jadi Pelaku Pembunuhan
"Terdapat luka seperti bekas cekikan di leher, memar di perut dan dada, serta darah yang keluar dari mulut korban," ungkap Kades Mejasem, Sudarto, menambah kengerian kasus ini.
Dari pengakuan pelaku, terungkap bahwa ia merasa anaknya membawa sial bagi keluarganya, sebuah keyakinan keliru yang semakin memperkeruh situasi. Warga sekitar juga sering menyaksikan perilaku pelaku yang kerap mabuk-mabukan dan terlibat cekcok, menambah keprihatinan terhadap kondisi rumah tangga tersebut.
Kejadian ini menjadi peringatan keras akan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak, terutama dalam lingkungan yang rentan terhadap kekerasan.
Kasus ini diharapkan dapat membuka mata banyak pihak untuk lebih peduli dan aktif melaporkan setiap tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga, demi mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan.