regional

Catatan dari Wadas: Menelusuri Luka dan Pelajaran dari Konflik Bendungan Bener

Selasa, 24 Juni 2025 | 08:06 WIB
Tim mediator yang memediasi konflik agraria pembangunan PSN Bendungan Bener, Purworejo, menerbitkan sebuah buku ‘Catatan dari Wadas; Penyeleseian Sengketa Agraria Bendungan Bener’. (Dok.)

YOGYAKARTA, AYOSEMARANG.COM — Sebuah buku berjudul Catatan dari Wadas; Penyelesaian Sengketa Agraria Bendungan Bener resmi diluncurkan sebagai penanda berakhirnya babak panjang konflik agraria di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Buku ini bukan sekadar dokumentasi, melainkan rekaman batin seorang mediator yang menyelami pusaran konflik antara pembangunan negara dan jerit warga yang terdampak.

Ditulis oleh Rumekso Setyadi—anggota tim mediator yang dibentuk oleh M Imam Aziz, kala itu menjabat Staf Khusus Wakil Presiden Ma’ruf Amin sekaligus Ketua PBNU—buku ini mengajak pembaca masuk ke dalam ruang-ruang negosiasi yang kerap tak terlihat publik: ruang penuh kegamangan, ketegangan, dan pencarian jalan tengah.

“Dengan selesainya kasus Wadas, buku ini kami hadirkan sebagai pelajaran bersama, baik bagi perencana Proyek Strategis Nasional (PSN) maupun para pengambil kebijakan,” ujar Rumekso, yang juga dikenal dengan nama aktivis sosial Markijok, Selasa 24 Juni 2025.

Baca Juga: Punya Peran Penting Kereta Api di Jateng Sejak Era Kolonial, Stasiun Tawang dan Poncol Jadi Simpul Transportasi Strategis

Bagi Markijok, konflik Wadas adalah cermin yang memantulkan wajah pembangunan nasional: jika mengabaikan sisi kemanusiaan, sosial, ekonomi, dan budaya, pembangunan akan berhadapan langsung dengan rakyat yang merasa terpinggirkan. Buku ini, katanya, menjadi ruang belajar tentang pentingnya pendekatan dialog, model perencanaan yang partisipatif, serta mediasi yang adil dan bermartabat.

Konflik di Wadas sendiri bermula dari kebijakan penggabungan lahan tambang batuan andesit dengan tapak Bendungan Bener, berdasarkan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Padahal, menurutnya, aktivitas tambang seharusnya tunduk pada UU Minerba. Namun, karena statusnya sebagai PSN yang diperkuat oleh UU Omnibus Law, tambang itu cukup berbekal rekomendasi Menteri ESDM.

Tak hanya soal aturan, konflik ini mempertemukan beragam kepentingan—dari pemerintah pusat, pemda, aparat, hingga masyarakat sipil. Ketegangan memuncak pada 8 Februari 2022, ketika bentrok terjadi antara warga dan aparat keamanan. Banyak warga terluka, aktivis ditangkap, dan sorotan nasional pun tertuju ke Wadas. Nama Ganjar Pranowo—saat itu Gubernur Jateng—ikut terseret dalam pusaran kritik publik.

Dalam kata penutup di buku tersebut, Ganjar mengakui bahwa penanganan konflik Wadas menjadi sorotan penting di masa jabatannya. Ia menulis, “Ini bukan sekadar karena Wadas meledak di tengah pandemi, tapi juga karena saya melihat kegagapan birokrasi dan aparat dalam menyikapi suara rakyat.”

Baca Juga: Martono Sebut Sempat Dimintai Uang oleh Alwin untuk Pelantikan Walikota, Mbak Ita Ngaku Tidak Tahu

Buku ini diluncurkan pada Sabtu, 21 Juni 2025, di Museum Sandi, Yogyakarta, bertepatan dengan reuni Jama’ah LKiS. Hadir dalam peluncuran itu sejumlah tokoh, termasuk Ketua Tim Mediator M Imam Aziz (Mbah Dukuh), para budayawan, dan aktivis lingkungan. Imam mengenang, hampir dua tahun ia dan tim melakukan mediasi dan pendampingan, dengan mengedepankan dialog untuk mencapai solusi damai.

“Hingga akhirnya, langkah-langkah win-win solution dapat tercapai satu demi satu,” ucapnya penuh haru.

Lebih dari sekadar narasi konflik, Catatan dari Wadas adalah seruan untuk membangun negeri dengan hati, telinga, dan kesabaran. Sebuah ajakan agar pembangunan tak lagi melukai, tapi menyatukan.***

Tags

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB