KENDAL,AYOSEMARANG.COM – Sebanyak 237 desa dari total 266 desa di Kabupaten Kendal tidak dapat mencairkan dana desa tahap kedua non earmark tahun anggaran 2025.
Kondisi tersebut berdampak pada terhambatnya berbagai kegiatan dan pembangunan desa yang telah direncanakan sebelumnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Kabupaten Kendal, Yanuar Fatoni, mengakui tidak dicairkannya dana desa tahap II di ratusan desa tersebut sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan program pembangunan di tingkat desa.
“Jelas berpengaruh karena yang pasti pembangunan-pembangunan yang sudah direncanakan di tahun 2025 sebagian mungkin jadi tidak bisa terlaksana,” ujar Yanuar Fatoni, Senin 15 desember 2025.
Yanuar menjelaskan, gagalnya pencairan dana desa non earmark tersebut disebabkan adanya perubahan regulasi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 108 Tahun 2024 menjadi PMK Nomor 81 Tahun 2025
. Dalam aturan baru tersebut, persyaratan penyaluran dana desa, khususnya tahap II, dibuat lebih ketat.
“Dengan terbitnya PMK 81, di situ disebutkan bahwa desa yang belum melengkapi pengajuan secara lengkap sampai dengan tanggal 17 September 2025 tidak bisa disalurkan dana desa non earmark,” terangnya.
Ia menambahkan, pembatalan pencairan dana desa di tengah tahun anggaran sangat merugikan desa karena seluruh perencanaan kegiatan telah melalui proses panjang, mulai dari musyawarah desa hingga penetapan anggaran.
“Perencanaan di desa ini sudah melalui proses yang panjang, ada musdes dan lain sebagainya. Saat terjadi pemotongan anggaran di tengah perjalanan, tentu sangat memberatkan desa,” tambahnya.
Baca Juga: Skema Baru, Dana Desa Dapat Dijadikan Jaminan Pinjaman untuk Koperasi
Yanuar pun berharap pemerintah pusat dapat memberikan kelonggaran kebijakan agar dana desa non earmark tetap dapat dicairkan, sehingga program-program desa yang telah direncanakan tidak sepenuhnya terhenti.
Dampak kegagalan pencairan dana desa non earmark juga dirasakan langsung oleh pemerintah desa. Kepala Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Carmadi, menyampaikan bahwa tidak cairnya dana tersebut sangat mempengaruhi sejumlah kegiatan dan program unggulan di desanya.
Desa Gempolsewu yang memiliki jumlah penduduk sekitar 15 ribu jiwa, menurut Carmadi, sangat bergantung pada dana desa untuk mendukung pelayanan masyarakat, termasuk sektor kesehatan.
“Jumlah penduduk kami banyak, balitanya juga banyak. Program Posyandu yang seharusnya memfasilitasi balita, termasuk penanganan stunting, otomatis jadi terhenti,” ungkapnya.