Makin Jadi Beban APBN, Harga BBM Harus Naik?

- Kamis, 16 Juni 2022 | 16:22 WIB
 Suasana stasiun pengisian BBM saat arus mudik dan balik 2022. (dok)
Suasana stasiun pengisian BBM saat arus mudik dan balik 2022. (dok)


SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Pemberian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini dinilai tidak tepat sasaran, lantaran diberikan dalam bentuk barang atau komoditas. Dengan model pemberian subsidi tersebut, maka semua orang baik yang mampu maupun yang tidak mampu akan mudah untuk mengaksesnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Dr. FX. Sugiyanto, M.Pd mengatakan, dengan penerapan subsidi BBM seperti saat ini, maka subsidi dalam APBN akan terus membengkak. Apalagi, penyaluran subsidi sejauh ini tidak ada pengaturan yang jelas.

"Pemerintah harus tegas dan segera menerapkan pengaturan pembatasan BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Kalau pendekatannya cuma sekedar ajakan atau himbauan tidak akan mempan, karena tetap saja masyarakat akan memilih barang yang lebih murah," kata FX. Sugiyanto, Kamis 16 Juni 2022.

Baca Juga: Tarif Listrik Naik, Pelanggan Tak Mampu dan Industri Tetap Terlindungi

Jika pembatasan BBM subsidi tidak segera dilakukan, lanjutnya, beban APBN akan semakin berat. Padahal, sejauh ini anggaran untuk subsidi BBM telah mencapai Rp500 Triliun lebih atau sekitar 18 persen dari total APBN.

"Subsidi BBM di APBN ini sudah sangat berat, bisa jadi nanti batasan defisit 4% akan terlampaui," ujarnya.

FX Sugiyanto menambahkan, pemerintah bisa mengambil langkah dengan menaikkan harga BBM untuk meringankan beban APBN. Meski akan berpengaruh pada kenaikan inflasi, tapi bisa menjaga APBN tidak jebol.

"Kalau mau mengamankan APBN supaya tidak jebol, ya harus menaikkan harga BBM," tegasnya.

Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah, Muhammad Ngainirrichadl mengaku, setuju jika pemberian subsidi harus diberikan kepada orang yang berhak. Namun demikian, sebelumnya harus dilakukan perbaikan data, serta pengawasan dan evaluasi, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemberian subsidi.

"Selama ini kan sering terjadi, dari data yang ada, orang yang berhak dapat subsidi malah tidak dapat. Tapi sebaliknya, yang tidak berhak malah dapat bantuan. Untuk itu, perlu ada pengawasan dan evaluasi," tukas Richard.

Richard pun setuju dengan pembatasan pembelian Pertalite bagi mobil mewah, sebagai langkah untuk menekan subsidi yang tidak tepat sasaran. Namun begitu, pihaknya mengingatkan agar ada aturan teknis yang jelas di lapangan, agar tidak menimbulkan persoalan baru di SPBU.

"Yang paling tepat menurut saya pembatasan dengan menggunakan kapasitas mesin kendaraan. Misalnya, kendaraaan dengan kapasitas mesin di atas 2.500 atau 3.000, sehingga petugas SPBU akan lebih mudah membedakan,” ujarnya.

Baca Juga: Perampokan Minimarket Jalur Pantura Batang Siang Bolong, Pelaku Bawa Pistol dan Siram Bensin ke Pegawai

Senada, Ketua Ombudsman Jawa Tengah, Siti Farida S.H., M.H., mengatakan, pengawasan dalam penerapan pemberian subsidi sangat penting, agar tidak terjadi penyimpangan. Menurutnya, selama ini belum semua instansi mau menerima dan terbuka menerima pengawasan dari Ombudsman dan rekomendasinya.

"Pihak yang mendapatkan mandat nantinya untuk memberikan subsidi harus terbuka dalam pengawasan, dan menerima masukan termasuk dari ombudsman," jelasnya.

Halaman:

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X