AYOSEMARANG.COM –- Rentetan Kasus Ferdy Sambo CS memang telah menyeret banyak pihak, khususnya anggota dalam tubuh Polri.
Tak kunjung ada titik terang akan kasus tewasnya Brigadir J ini, komplotan Ferdy Sambo Cs hingga kini satu persatu sudah dijatuhi sanksi tegas dari Polri.
Sejauh ini telah tercatat terdapat 3 orang perwira menengah dan perwira tinggi Polri yang belum dihadirkan pada sidang etik soal pelanggaran berat obstruction of justice di kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo terhadap Brigadir J.
Di sisi lain, anggota Polri yang pangkatnya rendah malah lebih cepat diusut dan diberikan sanksi, berbeda dengan Ferdy Sambo dan CS ini sampai berlarut-larut.
Sindiran itu dilontarkan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam menanggapi terkait belum semuanya pelanggaran etik berat diadili dalam kasus Ferdy Sambo ini.
Baca Juga: Siapa Sosok Kakak Asuh Ferdy Sambo yang Disebut Jadi Beking dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J?
Poengky Indarti sebagai Komisioner Kompolnas, mengatakan bahwa Polri lebih baik untuk fokus melanjutkan proses hukum kepada yang diduga melakukan pelanggaran etik berat.
“Diharapkan sidang lebih difokuskan pada pelanggaran berat terlebih dahulu," ujar Poengky Indarti, pada Rabu 21 September 2022 yang dikutip tim Ayosemarang.com dalam populis.
Ia pun mengharapkan supaya dalam sidang ini dapat lebih terbuka dan transparan lagi, dikarenakan beberapa putusan baru diumumkan setelah sehari berselang dan belum tuntas semuanya.
Diketahui terdapat tujuh tersangka yang menghalang-halang pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J ini, yaitu Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Kombes Pol Agus Nur Patria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Chuck Putrato, Kompol Baiquni Wibowo serta AKP Irfan Widyanto.
Baca Juga: HOAKS atau Fakta? Benarkah Najwa Shihab Sidak Sel Ferdy Sambo?
Semua tersangka itu, saat ini baru empat perwira yang telah melakukan sidang etik dengan putusan bersalah.
Keempat perwira itu adalah Ferdy Sambo, Chuck Putraton, Baiquni Wibowo dan Agus Nur Patria.