Berada di Kawasan Rumah Warga, Candi Buddha Tertua di Yogyakarta ini Dibangun untuk Menghormati Dewi Tara dan Para Pendeta

photo author
- Selasa, 14 November 2023 | 13:42 WIB
Candi Buddha tertua di Yogyakarta. (Foto: YouTube/Purbakala Yogya BPCBDIY)
Candi Buddha tertua di Yogyakarta. (Foto: YouTube/Purbakala Yogya BPCBDIY)

Pada bagian akhir prasasti disebutkan bangunan suci dan tempat tinggal para pendeta itu disebut wihāra atau biara.

Temuan-temuan di Candi Kalasan tidak membuktikan keberadaan situs permukiman berupa desa atau kampung, tetapi lebih menunjukkan adanya tanda-tanda keberadaan situs hunian di kawasan situs upacara.

Candi Kalasan memiliki ukuran alas 45 x 45 meter, dengan tinggi 24 meter.

Tinggi candi tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, tubuh dan atap.

Di sisi luar kaki candi, terdapat relief jambangan yang mengeluarkan bunga-bunga dan sulur-sulur sebagi lambang keberuntungan dan kebahagiaan.

Di sisi selatan, terdapat hiasan kala yang cukup besar dengan jengger berbentuk segitiga yang dihiasi dengan berbagai ornamen.

Hiasan kala tersebut dipadupadankan dengan makara (relief menyerupai bentuk binatang) yang melengkung ke bawah.

Pada bagian tubuh Candi Kalasan terdapat relung-relung yang dulu kemungkinan terdapat arca.

Pasalnya, di dalam relung bagian atap tampak beberapa arca Buddha yang melukiskan para Dhayani Buddha.

Arca pada sisi luar candi hanya berupa relief dalam posisi berdiri memegang bunga teratai.

Keadaan pada bagian atap Candi Kalasan kini dalam keadaan sudah rusak, namun diduga dulunya memiliki pusat atap berupa stupa.

Terdapat juga sisa-sisa stupa kecil yang dulunya berjumlah 52 buah yang mengelilingi bangunan utama Candi Kalasan.

Stupa-stupa yang kini tak utuh lagi itu memiliki fungsi sebagia tempat abu jenazah para pendeta Buddha yang telah meninggal.

Candi Kalasan memiliki keistimewaan yiatu memiliki pahatan ornamen yang dibuat dengan halus, salah satu yang khas adalah relief motif kertas tempel berupa ceplok bungan atau dedaunan.

Pada bagian dinding luar candi dilapisi lepa yang sangat kuat, di mana para arkeolog menyebutnya dengan bajralepa, semacam polester bagi dinding candi yang melindungi dari pertumbuhan mikroorganisme sekaligus lapisan kedap air.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahma Rizky Wardani

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X