"Menunya memang standar tapi mewakili tradisionalitas kami," kata Wendra dan saya setuju saja. Sebab ketika makan di Omah Minggir, dengan suasana sawah dan pedesaan, makanan apasih yang mau diharapkan. Saya kira menu tadi pas dan tidak berlebihan. Lidah saya cocok dengan pecel ikan belut.
Di sisi menu minuman, Wendra menyajikan berbagai varian kopi dan teh juga wedang tape serta wedang uwuh. Harga di Omah Minggir ramah di kantong kok, dari Rp 8 ribu sampai Rp 30 ribu.
Tidak hanya sebagai rumah makan dan homestay. Sebagaimana profesi yang dia jalani, Wendra juga sering menggelar dan menerima permintaan untuk mengadakan kelas-kelas fotografi. Berbagai kelas foto dari beberapa nama fotografer tersohor pernah berbagai ilmu di sini. Berarti Omah Minggir cocok untuk menggelar acara-acara juga.
Mengenai lokasi Omah Minggir, Wendra awalnya menyadari, wilayahnya bukan tempat wisata. Bahkan tidak dekat dari pusat Kota Jogja atau sekitar Malioboro. Di awal-awal membuka usaha, dia cukup struggle terutama dalam promosi.
Baca Juga: 11 Oli Samping Murah Terbaik untuk Motor 2 Tak, Owner Vespa RX King Ninja F1ZR dan Satria Yuk Kumpul
Namun dengan teknik ala Jawa berupa getok tular dan promosi mandiri dengan sosial media Instagram @omah_minggir, Omah Minggir dikenal orang-orang bahkan turis mancanegara.
Lokasi yang jauh dari hingar-bingar, penuh ketenangan, hamparan sawah-sawah, jadi eksotisme tersendiri bagi Omah Minggir. Tempat-tempat seperti ini malah diburu oleh orang kota yang sudah sumpek dengan kehidupan lalu lintas dan gedung-gedung di sepanjang jalan, termasuk saya.
"Maka memang, pangsa pasar saya orang-orang kota. Orang sekitar malah tidak ada yang berkunjung," terang Wendra yang sudah 16 tahun jadi fotografer Jurnalis Kompas.
Tidak hanya pelanggan, Omah Minggir juga memberikan domino effect bagi wilayah itu. Tanah menjadi mahal dan investor luar kota tampaknya sudah menancapkan asetnya masing-masing. Bahkan Wendra membeberkan sawah di depan Omah Minggir sudah ada yang beli.
"Mungkin tak lama lagi tempat ini akan jadi tempat wisata dan cafe-cafe baru bermunculan. Makanya saya menempatkan pohon di depan kaca lantai atas. Itu biar pelanggan tak biasa menatap sawah, Jadi kalau nantinya sawah itu jadi cafe, pelanggan tak begitu kecewa," jelasnya.
Gemericik air yang deras di Omah Minggir tadi saya konfirmasi ke Wendra, dan ternyata aliran itu adalah pecahan dari saluran irigasi kuno di Jogja yakni Selokan Van Der Wijck yang berlokasi tak jauh dari Minggir. Pantas saja, Omah Minggir cukup nyaman.
Kalau kata mbah saya, rumah yang berada di dekat dengan aliran air adalah tempat yang cukup nyaman atau kalau dalam bahasa Jawa, mbetahi. Saya pun merasa betah di Omah Minggir karena tak terasa saya di sana sampai sore.
Lantas kalau mau disandingkan dengan kata-kata Joko Pinurbo tadi bahwa Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan, saya rasa lebih pas jika Jogja yang dimaksud itu adalah Omah Minggir.