Lomba Justifikasi

- Kamis, 15 September 2022 | 07:46 WIB
Gunawan Witjaksana, Dosen Ilmu Komunikasi USM dan UDINUS Semarang. (dok)
Gunawan Witjaksana, Dosen Ilmu Komunikasi USM dan UDINUS Semarang. (dok)

Deras serta karut marutnya informasi melalui berbagai media, termasuk media sosial ( medsos), tak ayal membuat masyarakat makin bingung.


Hampir setiap ada peristiwa yang disampaikan melalui media selalu ditanggapi baik oleh elit, intelektual, atau pun para pesohor yang kadang mengatasnamakan kelompok atau pun organisasi tertentu, baik itu mahasiswa, buruh, atau pun yang lainnya.
Sebenarnya saling menyampaikan informasi hingga opini melalui media, di alam demokrasi itu bagus.

 

Sayangnya, kecenderungan saling melakukan pembenaran ( justifikasi), serta menyalahkan pihak lain, tampak makin menjadi- jadi. Itu pun kadang tanpa didukung data, selain hanya asumsi subyektif semata.


Sebagai salah satu contoh ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, disertai dengan data hasil kajian yang cukup lengkap, akurat dan logis pun, tetap saja ada yang menuduhnya sebagai info sesat.


Demikian pula dengan peristiwa lainnya , misalnya terkait kasus Brigadir J, yang makin hari masyarakat makin dibuat bingung, karena banyaknya opini di media, yang seolah masing- masing mengklaim kebenarannya.
Akhirnya masyarakatlah yang makin bingung oleh banyaknya issue liar terkait berbagai masalah yang saling diperdebatkan tanpa ujung, di berbagai media.


Yang perlu kita renungkan bersama, menghadapi semrawutnya informasi serta opini saling justifikasi dari berbagai masalah yang terus akan mencuat di media tanpa bisa dibendung tersebut, apa yang sebaiknya dilakukan masyarakat?

Akses dan Abaikan


Dari sisi komunikasi, informasi yang semrawut dan tidak jelas, justru akan mudah dipercaya, terlebih bagi mereka yang tidak mempunyai informasi atau pun opini pembandingnya.
Menghadapi kenyataan tersebut, sebaiknya masyarakat membandingkannya dengan media arus utama, aplikasi cek fakta atau pun bertanya kepada mereka yang lebih faham.


Selain itu, dari sisi komunikasi yang lain, boleh saja hal tersebut tetap kita akses karena memang tidak mungkin dihindari, dipakai menambah pengetahuan, dan setelah itu, abaikan alias dibuang saja, dengan tujuan kita tidak terbingungkan dan akhirnya tersesatkan.
Melakukan dialog dengan berbagai kerabat juga bagus, karena melalui cara tersebut kita akan memperoleh referensi yang lebih dapat dipercaya.

Teliti sebelum membeli


Salah satu prinsip periklanan untuk selalu meneliti sebelum membeli, tampaknya cocok untuk dilakukan.
Agar kita bisa melakukannya, kita harus lebih dahulu berupaya untuk melek informasi, komunikasi, serta media.


Terkait dengan ini, maka program literasi perlu segera diintensifkan kembali, dan bagi kalangan yang sudah literate , berkewajiban memberikan pencerahan, setidaknya dari lingkungan terkecil mereka, yaitu keluarga.
Dengan memahami bagaimana informasi yang informatif, komunikasi yang jujur dan tidak manipulatif, serta memahami kekuatan masing- masing media, tentu kita tidak akan sembarangan menghadapi serta menggunakannya.


Singkatnya orang akan mampu memilih serta memilah informasi serta opini yang fungsional serta mana yang sesat. Kemajuan teknologi informasi juga akan berpengaruh negatif, bila kita tidak meneliti sajiannya secara seksama, karena dengan mudahnya orang mengeditnya sesuai dengan kepentingan serta tujuannya.

Halaman:

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Pengendalian Diri Saat Puasa

Kamis, 23 Maret 2023 | 10:20 WIB

Stop Wabah, Jangan Nyampah

Kamis, 16 Februari 2023 | 17:29 WIB

Penjelasan Tentang Aneurisma Abdomen Aorta

Rabu, 1 Februari 2023 | 17:56 WIB

Pernah Pernik di Balik Kegiatan Kampanye

Rabu, 21 Desember 2022 | 10:43 WIB

Lomba Justifikasi

Kamis, 15 September 2022 | 07:46 WIB

Pemilik Frequensi dan Pelengkap Penderita

Sabtu, 30 Juli 2022 | 14:38 WIB

Di Balik Ego dan Kolektivitas Etnis

Kamis, 7 Juli 2022 | 11:08 WIB
X