SEMARANG, AYOSEMARANG.COM -- Tradisi Kupat Jembut Semarang terus dipertahankan oleh warga Kecamatan Pedurungan.
Pada Rabu 17 April 2024, warga Pedurungan kembali menggelar Kupat Jembut Semarang sebagai tradisi Syawalan usai Lebaran.
Apabila ditilik sejarahnya, Kupat Jembut Semarang ini sudah hadir sejak lama dan kisah yang melingkupinya tidak main-main serta penting bagi warga sekitar.
Sejarah mengenai Kupat Jembut di Semarang disampaikan oleh Munawir, Imam Masjid Rudlotul Muttaqin di kawasan kampung Jaten Cilik Pedurungan saat ditemui Rabu 17 April 2024.
Baca Juga: Tradisi Kupat Jembut Semarang: Tradisi Syawalan yang Dipertahankan dan Terus Diulang
Munawir menuturkan asal muasal tradisi Kupat Jembut ini memang belum tercatat resmi, namun secara turun menurun diketahui tradisi itu sudah ada sejak sekitar tahun 1950.
Saat itu warga sekitar Pedurungan kembali dari pengungsian di daerah Mranggen Demak dan Gubug Grobogan pasca perang Dunia Kedua.
"Diawali sekitar 1950-an. Waktu itu warga sini habis ngungsi karena Perang Dunia Kedua. Ada yang ngungsi ke Mranggen dan wilayah Gubug," jelas Munawir.
Di masa sulit itu, warga selalu beryukur kepada Allah usai Idul Fitri dengan berpuasa kemudian menggelar Syawalan.
Baca Juga: Syawalan, Pemakaman di Kaliwungu Dipadati Warga yang Berziarah dan Doa Bersama
Namun karena perekonomian yang susah, Syawalan digelar sederhana hanya dengan ketupat yang tengahnya disisipi tauge dan sayur mayur.
"Penamaan itu untuk mudahnya saja. Kupatnya memang seperti ada rambutnya. Orang-orang menyebutnya Kupat Jembut. Tapi untuk awal-awalnya karena kesederhanaan sebetulnya kami menyebutnya kupat tauge," jelas Munawir.
Belakangan ini biasanya Kupat Jembut juga diselipi plastik berisi uang.
Namun perbedaan kemasan Kupat Jembut itu tidak hanya terjadi sekali saja bahkan pernah beberapa kali dengan menyesuaikan kondisi perekonomian negara.