Napak Tilas Dugderan Semarang, Tradisi Penanda Masuk Ramadhan yang Tiap Tahun Selalu Meriah

photo author
- Jumat, 28 Februari 2025 | 19:46 WIB
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng saat memerankan Adipati Kota Semarang, Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbodiningrum. Dugderan tradisi yang mengakar sebagai tanda masuk ramadhan. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng saat memerankan Adipati Kota Semarang, Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbodiningrum. Dugderan tradisi yang mengakar sebagai tanda masuk ramadhan. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

Prosesi Dugderan tak akan berhenti di situ, melainkan akan berlanjut ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), di mana rombongan akan diterima oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Lutfi.

Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng menyampaikan ini adalah tradisi tahunan jelang ramadhan yang masih terus dilaksanakan di kotanya.

"Tradisi tahunan jelang bulan ramadhan. Karena kami dari berbagai macam etnis, kebudayaan maka disatukan oleh pemerintah kota semarang dengan satu hewan imajiner Warag Ngendok," ungkapnya.

Baca Juga: Pantai Indah Kemangi Jungsemi Kendal Tutup Total Selama Puasa, ini Alasannya

Agustin menambahkan prosesi dugderan juga akan jadi ujian untuk toleransi dan keanekaragaman budaya di Semarang.

Selain itu di tahun depan, Agustin menyatakan akan mendatangkan berbagai pihak dari luar untuk menyaksikan langsung Prosesi Dugderan.

"Kami ingin supaya tradisi ini bisa dipersiapkan dengan baik kami akan datangkan tamu-tamu dari luar untuk mengangkat nama Kota Semarang. Ini unik dan keren keterlibatan masyarakatnya," pungkasnya.

Sekretaris Bidang Ketakmiran Masjid Agung Semarang, Muhaimin menyampaikan prosesi dugderan ini dilaksanakan untuk menapaktilasi proses tradisi pemberitahuan masuknya ke bulan ramadhan di Kota Semarang atau tepatnya dimulai pada 1881.

Waktu itu mengecek masuknya bulan puasa tidak bisa seperti sekarang yang memakai teropong atau melihat hilal.

Baca Juga: Cara Membuat Kolak Labu Super Lezat untuk Berbuka Puasa Ramadan

"Nah, dulu itu karena belum ada teknologi, masing-masing kelompok meng-rukyah sendiri-sendiri. Sehingga sering terjadi perbedaan. Kalau sekarang perbedaan antara hisab dan rukyah. Kalau dulu rukyah pun juga sama, ada yang mengatakan sudah kelihatan, ada yang mengatakan belum," ungkap Muhaimin.

Akhirnya pada waktu itu Tumenggung Aryo Purboningrat yakni sebagai Bupati Semarang punya inisiatif mengutus utusan khusus untuk melakukan rukyah, rukyatul hilal melihat bulan. Itu dilaksanakan pada tanggal 29 Syaban.

Pada tanggal 29 Syaban itu memang batas rukyah tadi, kalau rukyah sore sore nanti ini sore nanti ini kelihatan ya, berarti sudah masuk ke bulan Ramadan. Kalau nanti belum kelihatan berarti istimal dijadikan sebagai 30 hari, jadi nanti ada tanggal 30 Syaban.

"Nah, itu Bupati semua juga gitu, mengutus utusan khusus untuk melihat rukyah dan setelah itu nanti hasil rukyah itu disampaikan kepada para kiai yang berkumpul di Masjid Agung Semarang ini. Dulu namanya Masjid Besar Semarang. Itu mereka kumpul untuk mendengarkan hasil rukyah dari petugas khusus Kabupaten Semarang. Ketika rukyah kelihatan, berarti sudah masuk ke bulan puasa. Kalau belum berarti itu bulan Syaban," paparnya.

Baca Juga: Tradisi Tukudher di Kaliwungu, Telur Mimi Masih jadi Buruan Warga

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X