Di Antara Bara Api dan Abu Kremasi

photo author
- Kamis, 19 Juni 2025 | 13:50 WIB
Martono, petugas kremasi di Krematorium Kedungmundu Semarang. Martono sudah bekerja selama 32 tahun. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Martono, petugas kremasi di Krematorium Kedungmundu Semarang. Martono sudah bekerja selama 32 tahun. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

Di sana terdapat banyak kursi untuk keluarga dan peziarah jenazah. Di ruangan ini pula, keluarga jenazah melaksanakan berbagai prosesi doa-doa sebelum memencet tombol kremasi. Prosesinya pun mengikuti agama yang dianut, mulai dari Budha, Hindu, Konghucu atau Nasrani.

Sedangkan di sisi kedua adalah dibalik ruang pelayat itu. Saat masuk ke sana, ruangan belakang itu saling terhubung. Penerangan seadanya saja dan hanya mengandalkan cahaya dari berbagai lini yang menerobos di sela-sela kegelapan.

Masing-masing ruangan memiliki tungku yang bentuknya seperti bungker kecil dengan dinding berbahan batu-bata.

Ada dua lubang di tungku itu, lubang pertama di depan, untuk memasukan jenazah lalu lubang kedua yang di belakang adalah tempat para petugas termasuk Martono untuk mengontrol proses pembakaran. Di situ, tampak api sedang menyala-nyala dan menimbulkan warna oranye.

Lewat lubang kecil inilah, Martono hilir mudik melihat api bekerja. Dia menggunakan sebuah tongkat besi untuk mendorong beberapa bagian yang belum terbakar dari lubang tadi.

Di sela-sela kerjanya Martono bercerita bahwa dia sudah membakar semua jenis jenazah. Mulai dari jenazah yang meninggal normal, tak wajar, tanpa identitas serta penuh kasus.

Untuk jenazah tanpa identitas dan penuh kasus sering berangkat dari tempat yang sama dan dibawa oleh petugas kepolisian.

"Itu dulu, di tahun-tahun 90-an. Biasanya malam hari saat sekeliling sudah sepi," terangnya.

Selebihnya kematian seperti sahabat karib. Bahkan saking karibnya, Martono mengaku bosan dengan pekerjaan ini.

"Bosan juga, tiap hari bakar orang yang sudah meninggal. Hidup saya cuma berkutat di tungku kremasi," katanya.

Saat ini Martono bisa dikatakan sebagai petugas kremasi yang paling senior. Bayangkan saja, sejak lulus SMA sampai sekarang berumur 54, Martono menghabiskan hari-harinya di situ; menerima jenazah, membakar dan mengaisi abunya.

Proses memencet tombol kremasi yang biasanya jadi momen menyedihkan bagi keluarga. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Proses memencet tombol kremasi yang biasanya jadi momen menyedihkan bagi keluarga. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

"Sebetulnya ada yang lebih senior. Tapi sudah meninggal semua," katanya.

Membakar abu jenazah biasanya makan waktu 2 sampai 3 jam. Itupun juga tergantung pada ketebalan peti yang ikut dibakar.

Ketika pembakaran selesai, pekerjaan Martono belum usai. Sebab, tulang-tulang jenazah pasti masih tersisa.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Rekomendasi

Terkini

X