Sampai di Masjid Agung, Ita menerima Suhuf Halaqah dan membacanya di Alun-alun Semarang.
Setelah membaca Suhuf Halaqah, Ita memukul bedug dan membagi roti ganjel rel.
"Tentu kita juga bagaimana mengembalikan ini kita mengundang berbagai ras, suku yang ada di Semarang lama. Tadi ada yang mewakili dari Pecinan, Arab, Melayu kemudian dari Jawa yang tentu menggambarkan akulturasi budaya yang dulu dugderan berlangsung. Jadi ada bedug dan petasan," katanya.
Terakhir Ita berharap ke depan, tradisi dugderan ini bisa terus dilestarikan dan jadi satu ikon Kota Semarang.
Baca Juga: Pendaftaran KIP Kuliah 2023 Jalur UTBK SNBT Dibuka Besok? Cek Selengkapnya di Sini
"Moga-moga ke depannya bisa lebih baik lagi dan mungkin bisa jadi satu tradisi yang nantinya akan berkelanjutan dengan kegiatan-kegiatan di Semarang lama," ungkapnya.