semarang-raya

Mohammad Saleh Soroti Celah Regulasi, Penolakan Bajaj Maxride Dinilai Buntut Aturan Transportasi Online

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:41 WIB
Mohammad Saleh menyoroti regulasi atas penolakan Bajaj Maxride.  (Istimewa)

AYOSEMARANG.COM -- Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Mohammad Saleh menilai penolakan operasional bajaj Maxride di Kota Solo dan Semarang tidak bisa dilepaskan dari persoalan regulasi transportasi online di Indonesia yang hingga kini dinilai belum sepenuhnya jelas dan masih menyisakan banyak celah.

Menurut Saleh, isu transportasi berbasis aplikasi merupakan persoalan kompleks yang tidak hanya menyangkut daerah, tetapi juga berkaitan langsung dengan regulasi di tingkat nasional. Ia menyebut, pembahasan terkait transportasi online telah dilakukan bersama berbagai elemen, termasuk dengan anggota DPR RI.

“Kami sudah berdiskusi dengan berbagai elemen, termasuk dengan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar,” ujarnya.

Baca Juga: Dua Aktivis Lingkungan di Semarang Bebas Usai Polisi Kabulkan Penangguhan Penahanan

Saleh menjelaskan, akar persoalan terletak pada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang saat ini masih menjadi payung hukum utama sektor transportasi. Dalam undang-undang tersebut, sepeda motor tidak dikategorikan sebagai sarana angkutan umum.

“Sepeda motor dalam UU itu bukan alat transportasi umum. Sementara selama ini, masyarakat menikmati layanan ojek online. Transportasi online juga belum diatur secara spesifik dalam UU LLAJ,” kata politikus Partai Golkar itu.

Kondisi tersebut, lanjut Saleh, kerap menimbulkan perbedaan tafsir dalam penerapan kebijakan di daerah. Hal ini berdampak pada munculnya penolakan terhadap layanan transportasi tertentu, termasuk operasional bajaj berbasis aplikasi di sejumlah kota.

Untuk menghindari polemik berkepanjangan, Saleh berpandangan bahwa UU LLAJ perlu direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Ia mengungkapkan, wacana revisi tersebut telah disampaikan dan mendapat persetujuan dari sejumlah pihak di DPR RI, termasuk opsi pembentukan undang-undang khusus yang mengatur transportasi online.

Menurutnya, pengaturan transportasi online tidak bisa dilihat secara sempit. Selain angkutan penumpang, regulasi juga harus mencakup layanan pengiriman barang, penguatan usaha kecil, hingga dampak ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat.

Baca Juga: Organda Tolak Bajaj Online, Dishub Semarang Desak Bajaj Maxride Urus Perizinan

Tak hanya itu, aspek ketenagakerjaan juga menjadi perhatian serius. Saleh menilai, status kemitraan antara pengemudi dan operator transportasi online menimbulkan persoalan tersendiri, terutama terkait perlindungan sosial bagi para driver.

“Kondisi ini menimbulkan persoalan ketenagakerjaan, misalnya terkait jaminan sosial. Driver tidak mendapatkan BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan dari operator karena statusnya sebagai mitra,” tuturnya.

Ia menegaskan, kompleksitas persoalan tersebut membutuhkan kajian mendalam dan komprehensif dari DPR RI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan membentuk regulasi nasional. Karena itu, selain revisi UU LLAJ, pembentukan undang-undang khusus dinilai menjadi langkah strategis untuk memberikan kepastian hukum.

Saleh mengakui, jika ditelusuri lebih jauh, persoalan transportasi online menyentuh banyak aspek sekaligus. Oleh sebab itu, ia mendorong adanya perumusan kebijakan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Halaman:

Tags

Terkini