Selain produksi pangan strategis, Jawa Tengah juga melimpah produksi pangan alternatif seperti ubi kayu yang produksinya mencapai 2.288.971 ton di September 2022, ubi jalar 114.415 ton, kacang tanah 58.423 ton dan kacang hijau 24.590 ton.
Baca Juga: Tanam Kelapa Genjah Bersama Jokowi, Ganjar Pranowo: Ini Desain Panjang Ketahanan Pangan
Upaya peningkatan kuantitas tanaman pangan, juga didukung dengan stabilisasi stok dan harga.
Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Jateng mencatat, produksi pangan pokok seperti beras memang mengalami surplus.
Kepala Dishanpan Jateng Dyah Lukisari mengatakan, harga beras dipengaruhi juga oleh dinamika pasar.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) harga beras dengan kualitas tertentu mengalami kenaikan.
Harga beras kualitas bawah I misalnya, dari harga awal pada 14 Oktober 2022 yang Rp 9.050, tercatat mengalami kenaikan pada 21 Oktober 2022 menjadi Rp 9.100.
Baca Juga: Tak Hanya Tempat Wisata, BUMDes Disarankan Mengelola Komoditas Pangan
Kenaikan juga terjadi pada beras kualitas medium II dari harga Rp 9.950 menjadi 10.050 pada periode yang sama.
Dyah menjelaskan, selain pengaruh belum adanya panen terjadi pula kenaikan permintaan.
Ia menyebutkan adanya informasi sebuah perusahaan swasta yang melakukan pembelian beras cukup besar. Hal itu secara tidak langsung ikut mengerek harga beras di pasaran.
Oleh karena itu, beberapa strategi telah dirancang untuk menstabilkan harga dan pasokan.
Di antaranya dengan program subsidi kepada konsumen atau produsen, disesuaikan dengan kondisi harga pangan saat itu.
"Kita akan terapkan subsidi dengan APBD untuk harga naik atau turun. Selama ini kan dengan CSR. Anggaran sudah disiapkan cuma cara mengoperasionalkan secara administrasi kita rembug TAPD dan inspektorat. Prinsipnya harga naik atau turun, bisa kita subsidi harga plus bantuan distribusi," urainya.
Baca Juga: Jaga Kualitas Infrastruktur Jateng, Pemprov Dukung Inovasi Bahan Material