Serunya Gebyuran Bustaman, Tradisi Jelang Ramadan di Kota Semarang

photo author
- Senin, 28 Maret 2022 | 13:48 WIB
Gebyuran Bustaman di Kota Semarang. Tradisi di Kampung Bustaman ini kini sudah berusia 10 tahun. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Gebyuran Bustaman di Kota Semarang. Tradisi di Kampung Bustaman ini kini sudah berusia 10 tahun. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

SEMARANGTENGAH, AYOSEMARANG.COM - Kampung Bustaman menggelar tradiri tahunan yakni Gebyuran Bustaman, Minggu 27 Maret 2022.

Gebyuran Bustaman di tahun ini bahkan sudah genap memasuki usia 10 tahun sejak kali pertama dilaksanakan pada 2013.

Sesepuh kampung, Hari Bustaman mengatakan, dahulu Bustaman hanyalah kampung kumuh yang padat penduduk dan tersisihkan dari Kota Semarang. Kemudian, tradisi Gebyuran Bustaman ini sebagai cara untuk menambah ikon wisata kota.

Baca Juga: Rayakan Tahun ke-10, Gebyuran Bustaman Segera Digelar, Catat Tanggalnya!

“Kami menggali tradisi yang konon kabarnya waktu dulu orangtua kami masih ada, menggelar padusan menjelang bulan Ramadan. Padusan itu dengan mengguyur para cucu di depan sumur tua yang sudah ada sejak kampung ini ada pada tahun 1743,” kata Hari.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Gebyuran Bustaman dilalui dengan beberapa rangkaian. Misalnya ada agenda ziarah ke Makam Kiai Bustaman lalu puncaknya ke gebyuran ini.

Gebyuran Busataman diawali dengan tabuhan bedug untuk menandai saling lempar air. Dalam lempar air itu, sebagian warga ada yang menggunakan kostum barongan dan lain sebagianya.

Baca Juga: SAKSIKAN Semarang Night Carnival 2022 Malam Ini, Pratama Arhan Hadir?

Kostum itu sebagai tanda sebagai hal-hal buruk yang dimiliki oleh manusia. Lalu hal-hal buruk itu diminta pergi dengan berbagai siraman air atau dalam hal ini adalah gebyuran.

Awal pelaksanaan Gebyuran Bustaman sebetulnya hanya digelar antar warga kampung saja. Namun lambat laun banyak yang ingin mengikuti keseruan tradisi ini dan akhinya jadilah agenda rutin.

“Dulu cuma pakai ciduk atau gayung saja. Lama-lama berkembang dengan plastik diisi air dan menggunakan pewarna. Air-air ini kemudian dijadikan amunisi,” lanjut dia.

Baca Juga: Seru, Lomba Fun Brewing V-60 Battle Melva Balemong, Kebangkitan Industri Kopi di Jateng

Makna dari air itu, jelas Hari, adalah mensucikan diri menjelang bulan puasa. Manusia-manusia yang sebelumnya kotor, kemudian dibersihkan dengan air.

Widyastuti (26), warga Kampung Busatama mengaku senang dengan terselenggaranya kembali tradisi ini. Pasalnya, selama dua tahun kegiatan ini dilakukan secara sederhana dan kurang meriah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Akbar Hari Mukti

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

XLSMART Gelar Pesantren Digital di Demak

Minggu, 14 Desember 2025 | 22:24 WIB
X