Kuota Rumah Subsidi Tertunda, Berdampak bagi Perekonomian Indonesia

photo author
- Jumat, 27 September 2024 | 15:11 WIB
Muhamad Yulianto, Direktur Utama PT Bale Bolo Nusantara dan Ketua IKADERI Jawa Tengah.  (dokumen)
Muhamad Yulianto, Direktur Utama PT Bale Bolo Nusantara dan Ketua IKADERI Jawa Tengah. (dokumen)

 

KENDAL,AYOSEMARANG.COM - - Pemerintah melalui Kemenko mengumumkan kuota rumah subsidi FLPP tahun 2024 akan ditambah sebanyak 34.000 atau digenapkan menjadi 200.000 unit.

Namun belum genap 3 bulan, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang mendambakan hak mereka untuk mendapatkan rumah subsidi mulai pupus. Impian MBR ini tertunda akibat habisnya kuota rumah subsidi di Jawa Tengah.

Fenomena ini tidak hanya mengguncang impian rakyat kecil, tetapi juga memukul telak industri perumahan di Jawa Tengah. Dibalik industri perumahan ada lebih dari 100 industri terkait lainnya, seperti semen, besi, atap, dan genteng.

Menurut data dari DPP Ikatan Dewan Pengembang Rumah Berdikari(IKADERI), 89 persen proyek perumahan terhenti dan meninggalkan kerugian yang tak terhitung. Muhamad Yulianto, Direktur Utama PT Bale Bolo Nusantara sekaligus Ketua IKADERI Jawa Tengah, menyampaikan keprihatinannya terkait hal ini.

“Terhentinya penyaluran kuota rumah subsidi berdampak keras bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah adalah kebutuhan pokok, dan tertundanya pemenuhan hak ini semakin memperburuk perekonomian. Tak hanya bagi mereka yang tak dapat memiliki rumah, tetapi juga bagi ratusan industri lain yang bergantung pada keberlangsungan sektor perumahan,” terangnya Jumat 27 september 2024.

Baca Juga: Jadi Percontohan, 386 Unit Rumah untuk MBR Dibangun di Limbangan

Tahun 2023 menjadi tonggak dimana kuota rumah subsidi ditetapkan, namun dengan kemunculan banyak pengembang baru di Jawa Tengah, kuota tersebut ternyata tidak memadai. Realitas ini semakin nyata saat kuota tahun 2024 tetap sama dengan tahun sebelumnya, meskipun permintaan dan persaingan di sektor perumahan terus melonjak.

Namun demikian masih ada harapan yang mulai tampak dari beberapa pemerintah daerah yang mulai bersinergi untuk mendukung program rumah subsidi. Di antara upaya tersebut adalah pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), seperti yang telah dilakukan oleh Kabupaten Kendal dan Boyolali.

“Langkah ini merupakan solusi yang dirasa cukup membantu, meskipun masih membutuhkan dorongan lebih besar dari pemerintah pusat,” imbuhnya.

Pemerintah pusat sendiri diharapkan segera mengambil langkah strategis, bukan hanya dengan menambah kuota rumah subsidi, tetapi juga menciptakan regulasi yang lebih adaptif dalam merespon pertumbuhan pengembang baru.

“Industri perumahan yang menjadi denyut nadi bagi sektor-sektor lainnya harus diperkuat, agar ekonomi Jawa Tengah, dan Indonesia pada umumnya, tidak semakin terpuruk,” katanya.

Dikatakan Muhammad Yulianto, kebijakan ini tidak hanya MBR yang terdampak, sektor industri lainnya juga turut merasakan perlambatan. Industri semen, besi, dan atap genteng mengalami penurunan permintaan secara signifikan.

Menurut analisis dari DPP IKADERI, keterhentian proyek perumahan memicu perlambatan ekonomi regional, terutama di wilayah Jawa Tengah, yang merupakan salah satu pusat industri nasional. Di masa depan, sinergi yang lebih besar antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk menjaga agar sektor perumahan tetap berjalan lancar.

“Seperti pepatah lama mengatakan, Tak ada kapal yang akan mencapai tujuannya tanpa arahan kompas yang jelas. Begitu pula dengan sektor perumahan, yang menjadi penopang banyak lini industri, membutuhkan navigasi kebijakan yang tepat agar bisa kembali berlayar ke arah yang benar, “ jelasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: E. Prayitno

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB
X