TEMANGGUNG, AYOSEMARANG.COM - Bagi Parmi, rumah kecil dari bilik bambu yang ia tinggali selama 54 tahun bersama suaminya adalah saksi bisu perjuangan hidup yang tak pernah mudah. Hujan yang bocor dari depan hingga belakang, lantai tanah yang dingin dan becek saat musim penghujan datang—semuanya sudah menjadi bagian dari keseharian. Namun, pagi itu, air matanya jatuh bukan karena duka, melainkan rasa syukur yang tak bisa dibendung.
Parmi adalah satu dari 15 warga di Kabupaten Temanggung yang menerima bantuan renovasi rumah dari program Rumah Sederhana Layak Huni (RSLH) yang digagas oleh PT Djarum. Dalam acara serah terima rumah baru di Gedung Sasana Gita, Parakan, Rabu (30/7), ia berdiri di tengah keramaian sambil memegang kunci rumah barunya, dengan mata berkaca-kaca dan senyum penuh haru.
“Suami saya sudah setahun sakit stroke, dan saya cuma petani tembakau. Penghasilan kami paling Rp50 ribu sehari, cukup buat makan. Rumah ya dibiarkan, bocor, lembab. Tapi sekarang… Alhamdulillah, kami bisa tidur tanpa takut atap jatuh, tanpa takut air hujan menggenang. Semoga Gusti Allah membalas semua kebaikan ini,” tutur Parmi dengan suara lirih namun penuh makna.
Renovasi rumah-rumah di Temanggung ini bukan sekadar proyek pembangunan fisik. Ia adalah bentuk kepedulian yang menyentuh sisi terdalam kemanusiaan—memberikan martabat, rasa aman, dan harapan baru bagi mereka yang selama ini tinggal dalam keterbatasan.
Program ini menyasar warga dari dua desa, Bonjor dan Glapansari, dan menelan biaya Rp900 juta. Rumah-rumah yang sebelumnya rapuh dan tak layak huni, kini berdiri kokoh dengan struktur yang kuat, pencahayaan yang sehat, serta sirkulasi udara yang lebih baik. Setiap rumah dilengkapi dua kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi, dan dapur seluas 34 meter persegi—cukup untuk kembali bermimpi dan menata masa depan.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, yang hadir dalam acara tersebut menyebut PT Djarum sebagai “panglima tanpa tanda jasa”. Baginya, inisiatif seperti ini menjadi pelengkap penting dalam upaya pemerintah menghapus kemiskinan ekstrem.
“Satu juta rumah di Jawa Tengah masih belum layak huni. Ini bukan tugas satu pihak. Apa yang dilakukan PT Djarum adalah teladan nyata tentang bagaimana dunia usaha bisa hadir dalam hidup masyarakat, bukan sekadar angka, tapi mengubah takdir,” ujar Gubernur dengan tegas.
Achmad Budiharto, General Manager Community Development PT Djarum, menjelaskan bahwa kontribusi ini merupakan bentuk balas budi bagi Temanggung, daerah yang selama ini menjadi bagian penting dalam mata rantai industri tembakau. Namun lebih dari itu, katanya, “Kami ingin setiap keluarga punya tempat tinggal yang bukan hanya utuh secara fisik, tapi juga membawa ketenangan jiwa.”
Tak hanya rumah, PT Djarum juga membenahi sanitasi di tiga desa lainnya—karena mereka paham, rumah yang sehat tak bisa berdiri tanpa lingkungan yang bersih. Hingga akhir tahun, lebih dari 600 rumah di berbagai kabupaten Jawa Tengah ditargetkan tersentuh program ini.
Di tengah upaya negara mengejar target-target statistik pembangunan, kisah seperti milik Parmi menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati bukan tentang angka, melainkan tentang kehidupan yang kembali bermekaran. Bahwa harapan bisa hadir dalam bentuk dinding yang tidak lagi retak, atap yang tidak lagi bocor, dan kamar kecil yang tak lagi becek.
Dan di sanalah, sebuah rumah bukan sekadar bangunan—melainkan tempat di mana manusia kembali merasa layak untuk bermimpi.***