Mulai Gerah dengan Aksi Demo Berjilid-jilid di PLTU, LSM dan Warga Batang Kompak Bilang Begini!

photo author
- Sabtu, 5 Agustus 2023 | 16:30 WIB
Ketua LSM Komparasi Kabupaten Batang, Rizal Ariprianto. Foto: Muslihun kontributor Batang.
Ketua LSM Komparasi Kabupaten Batang, Rizal Ariprianto. Foto: Muslihun kontributor Batang.

BATANG, AYOSEMARANG.COM -- Ketua LSM Komparasi Kabupaten Batang, Rizal Ariprianto menyesalkan aksi unjuk rasa yang terus berlarut-larut terhadap PLTU Batang.

Dia berharap masalah ini bisa segera diselesaikan secara hukum. Karena baginya, penyelesaian dengan cara demonstrasi ternyata tidak efektif dan justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

Potensi dampak negatif ini bahkan bisa menyebabkan konflik horizontal yang berujung pada disintegrasi.

"Kepada para penegak hukum, saya berharap untuk melakukan tindakan-tindakan preventif, dan kepada semua pihak, saya juga berharap agar permasalahan ini diselesaikan secara hukum," Ungkapnya, Minggu 5 Agustus 2023.

Baca Juga: Lengkap Nama-Nama Pandu di Indonesia Sebelum Kemerdekaan, Siapa Pencetus Kepanduan Indonesia? Cek di Sini

Aksi unjuk rasa yang berulang kali digelar oleh warga dari beberapa desa yang terdampak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, telah menimbulkan rasa jengah dan ketidaknyamanan bagi masyarakat Batang. Selain mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini membuat masyarakat merasa resah.

Ketua Umum MUI Kabupaten Batang, KH Zaenul Iroki menyampaikan pandangannya mengenai aksi-aksi demonstrasi. Ia mengatakan bahwa kata "demonstrasi" secara sadar maupun tidak, sering kali menciptakan asosiasi negatif di benak masyarakat.

"Hal ini dikarenakan sering terjadi tindakan yang berimbas menganggu ketertiban umum dan bahkan ada yang sampai anarkis. Demonstrasi umumnya digunakan sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah," ujarnya,

Menurutnya, demonstrasi menjadi cara bagi orang-orang yang merasa terpinggirkan untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada pihak yang berkuasa. Bahkan, ia menyebut bahwa demonstrasi merupakan salah satu cara paling efektif untuk menyuarakan kebenaran yang menjadi pengalaman universal bagi manusia di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

"Dalam konteks Indonesia, demonstrasi seringkali ditandai dengan kemacetan lalu lintas dan kerusakan yang terjadi. Tidak hanya itu, demonstrasi juga kerap kali diiringi oleh luapan emosi, kemarahan, keegoisan, dan bahkan mungkin dendam. Ciri-ciri semacam ini dapat ditelusuri sejak terjadinya aksi mahasiswa di seluruh Indonesia pada masa penurunan Presiden Soeharto pada tahun 1998," tandasnya.

Baca Juga: Pengalaman Seru Membaca Puisi Berantai Secara Berkelompok

Sejak saat itu, menurutnya, demonstrasi telah menjadi kejadian yang menghiasi berita sehari-hari masyarakat Indonesia, termasuk yang terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Saat ini, Forkopimda Kabupaten Batang sudah melakukan berbagai upaya untuk mencarikan solusi dengan adanya serangkaian aksi unjuk rasa warga terdampak pembangunan PLTU Batang yang menuntut kesetaraan harga.

Menurut catatan, sudah terjadi sebanyak 53 kali demonstrasi dengan tuntutan yang sama. Meskipun Forkopimda telah melakukan upaya mediasi dan memberikan saran agar warga menempuh jalur hukum untuk memperoleh kepastian terkait tuntutan mereka, namun sayangnya saran tersebut tidak pernah dilaksanakan dan warga memilih untuk turun ke jalan.

"Meski demo diperbolehkan, tapi tidak etis jika dilakukan dengan memaksakan kehendak. Jika tuntuntan mereka sudah diakomodir bahkan Pemerintah sudah memfasilitasi, harusnya masyarakat bisa berifikir jernih. Istilah bahasa Jawa "Jangan Sak Karepe Dewe" atau semaunya sendiri," tegasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Vedyana Ardyansah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB
X