Rosidah menjelaskan, rujak tersebut merupakan racikan turun temurun yang ada di desa tersebut. Ia mengatakan bahwa ibu dan neneknya dulu sudah berjualan rujak tersebut.
"Ini tradisi orang kuno. Turun temurun," ujar Rosidah.
Rosidah bukanlah penjual rujak moro satu-satunya di desa tersebut. Rosidah menyajikan bumbu setiap pesanan dengan bahan bumbu sekali pesanan. Ia mengatakan agar takaran bumbunya pas dan terasa enak.
"Bisa barengan, tapi tidak enak. Kalau satu-satu bisa lebih pas memberi sedikit banyak bahannya," terangnya.
Sementara Sekretaris Desa Morodemak, M Syaifudin mengatakan, rujak tersebut memiliki rasa yang khas buatan warga setempat. Menurutnya, Rujak Moro sudah banyak dibuat orang desa tetangganya namun tidak sama rasanya.
Baca Juga: Dorong Demak Jadi Kabupaten Literasi, Bupati Minta Setiap Desa Ada Perpustakaan atau Taman Baca
Syaifudin mengatakan, orang baru yang makan rujak tersebut biasanya akan merasa aneh dengan rasanya, karena berbagai campuran dalam bumbu rujaknya, namun setelah sudah mencicipinya dijamin akan ketagihan.
"Teman saya kuliah dulu seperti itu. Awalnya kata dia rasanya aneh saat mencicipi, tapi kemudian saat saya pulang kampung justeru dia yang kerap mengingatkan saya untuk tidak lupa bawa rujak moro," tuturnya yang lulusan S1 UIN Walisongo Semarang.
Syaifudin menambahkan, banyaknya minat rujak moro membuat warga setempat dikenal identik dengan rasa khas rujaknya, meskipun orang tersebut sudah tidak bertempat tinggal di desa tersebut.
"Misalkan ada orang Morodemak dapat pasangan desa tetangga, lalu menetap di sana. Pasti kebanyakan jualan Rujak Moro karena banyaknya peminat. Rata rata di luar sana yang jualan rujak moro pasti orang Morodemak," pungkasnya.