Dalam pemberitaan sebelumnya, Imam menegaskan bahwa, jika pekerjaannya tidak dibayar maka akan mengambil seluruh material yang dipakainya untuk proyek. Sebab, hingga saat ini, dirinya belum dibayar.
"Jasa dan materialnya itu masih kepemilikannya saya, dari bikin akses jalan kemudian pancang bambu. Kemudian pancang beton pelkep yang ada dipinggir itu semua saya. Kemudian urugan awal dibawa itu saya," tuturnya.
PT Brantas Abipraya adalah salah satu unit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk mengerjakan proyek nasional senilai Rp 1,24 triliun itu.
Imam mengatakan mulai mengerjakan proyek pada Maret 2022 hingga Juni 2022. Selama empat bulan itu, Dirinya mengerjakan beberapa hal di wilayah Kelurahan Degayu, Pantai Slamaran.
Sejak saat itulah, ia mengupayakan untuk menagih pembayaran dari PT Brantas Abipraya. Dirinya dan Direktur PT Shafira Mandiri Utama (yang sudah meninggal) pernah ke kantor pusat BUMN untuk menagih opname.
"Saya sudah melakukan upaya sebelum direktur PT Shafira meninggal dunia. kami sudah mengajukan opname kepada pak mansur alm selaku direktur. Kemudian pak Mansur langsung bareng sama saya ke brantas pusat untuk melakukan tagihan. Ada tanda terima nya tapi untuk saat ini pun tidak ada realisasi," jelasnya.
Imam menyatakan pernah bertemu dengan pihak PT Brantas Abipraya dan dijanjikan akan mencairkan uang jaminan PT Shafira. Hingga H-3 sebelum lebaran, PT Brantas Abipraya mentransfer Rp 850 juta ke rekening pribadi Direktur PT Shafira, bukan rekening perusahaan.
"Transfer ke rekening pribadi direktur ini juga kesalahan. Padahal jaminan pelaksanaan dan nilai total uang muka yang harus disetorkan itu Rp 2,8 miliar," ucapnya.
Sebenarnya pihaknya juga dikasih cek senilai Rp 1 miliar, tapi tidak cair juga. Akibat dari hal itu, hingga detik ini dirinya tidak bisa membayar tujuh supplier proyek senilai Rp 1,2 miliar.
Ia menyatakan menggandeng supplier lokal untuk pemenuhan material itu. Para supplier pun kesulitan karena modal mereka tidak kembali.
"Teman-teman ini pasca covid itu modal nya tidak seberapa memaksakan untuk bisa ikut kerja dalam rangka untuk menafkahi anak istri nya. Tapi sampai saat ini bene b ener kami kecewa dengan sikap para management brantas ditambah lagi dengan management PU dalam hal ini bbws yang ada di Pekalongan," jelasnya.
Imam meminta ada komitmen dari PT Brantas Abipraya untuk pembayaran. Jika tidak ada, pihaknya akan mengambil material di lokasi. Dirinya masih menyimpan bukti segala bentuk administrasi material yang belum dibayar.