KENDAL,AYOSEMARANG.COM – Seorang pria berinisial IAM (45), warga Desa Tegorejo, Kecamatan Pegandon, harus berhadapan dengan hukum setelah diduga melakukan penganiayaan berat yang menyebabkan seorang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) meninggal dunia.
Peristiwa tragis itu berawal dari upaya IAM untuk mengusir korban yang kerap mangkal di depan rumahnya.
Kasatreskrim Polres Kendal, AKP Bondan Wicaksono, menjelaskan bahwa peristiwa ini terjadi pada Sabtu 20 september 2025 lalu.
Awalnya, tersangka berniat mengusir korban, namun malah mendapat perlawanan.
"Motifnya tersangka melakukan penganiayaan dikarenakan emosi terhadap korban yang tidak mau pergi, dan karena tersangka terkena pukulan tongkat korban," terang AKP Bondan Wicaksono dalam konferensi pers di Aula Polres Kendal, Kamis 6 november 2025, didampingi Kasi Humas, AKP Rasban.
Kasat Reskrim menjelaskan, kronologi kejadian berawal saat IAM pulang dari nongkrong dan melihat korban membawa tongkat kayu. Korban kemudian memukulkan tongkatnya ke punggung IAM yang masih berada di atas motor. Pukulan itu memicu emosi IAM.
"Tersangka terpancing emosinya dan melakukan gertakan ke ODGJ tersebut tetapi tidak digubris, malah ODGJ meludahi tersangka. Oleh karena itu tersangka tidak terima dan mendang korban sebanyak tiga kali," lanjut Kasatreskrim.
Insiden semakin memanas setelah korban jatuh. Korban dikabarkan melontarkan kata-kata, “tak obong omahmu” (aku bakar rumahmu), yang kembali menyulut amarah IAM.
"Tersangka ini tidak terima dan kembali memukul hingga terjatuh lagi. Kemudian dilanjutkan memukul menggunakan kursi kayu. Dan korban tidak sadarkan diri," tambahnya.
Setelah melakukan aksi penganiayaan tersebut, IAM kabur dari kejaran polisi. Ia mengaku sempat melarikan diri ke beberapa daerah sebelum akhirnya ditangkap.
"Selama ini kabur ke Semarang, kemudian ke Jember, dan balik lagi ke Semarang, dan Cilacap," terang IAM.
Atas perbuatannya, tersangka IAM dikenakan Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan Berat yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama tujuh tahun. Kasus ini menjadi peringatan pilu tentang besarnya bahaya yang dapat ditimbulkan ketika emosi tidak mampu dikendalikan.