Pesertanya hanya terbatas untuk kaum bangsawan, petinggi kesultanan, saudagar, dokter, dan orang-orang yang berstatus sosial tinggi.
Penyelenggaraan ini akhirnya menyebar ke kota raja-kota raja sekitarnya, Mangkunegaran, keraton Surakarta dan kota raja lainnya. Di Mangkunegaran penyelenggaraannya berada di halaman keraton.
Dalam kontes tersebut mereka bukan hanya menikmati suara perkutut, tetapi juga diisi dengan diskusi, tukar informasi dan pengalaman.
Selain hal itu perhelatan ini juga dimanfaatkan sebagai olah spiritual.
Baca Juga: Seram! Perkutut Bromo Labuh Geni Pembawa Energi Negatif dan Bikin Rumah Tangga Tak Harmonis
Kala itu perkutut dirawat bukan hanya sebagai hiburan saja, tetapi dimanfaatkan juga kepercayaan ada kekuatan magis dipercaya dapat mempengaruhi jalan hidup seseorang.
Inilah Indonesia yang memiliki ratusan kebudayaan luhur, sebagai generasi penerus hanya bertugas melestarikannya saja.***