AYOSEMARANG.COM -- Perkutut memang telah mendapatkan tempat tersendiri bagi penggemarnya.
Dengan berbagai macam tujuan yang menjadi alasan, penggemar perkutut secara konsisten memelihara burung jenis ini.
Adapun di lingkungan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat tradisi kekututan masih dipegang teguh sebagai budaya yang bernilai luhur.
Baca Juga: Tahukah Anda Kalau Burung Perkutut Pembawa Pulung Berdirinya Kerajaan di Jawa? Begini Penjelasannya
Maksud dari tradisi kekututan adalah sebuah tradisi gelaran acara memperlihatkan kemapuan burung perkutut di kalangan bangsawan.
Kekututan ini muncul di era Sri Sultan Hamengku Buwono VII, selain karena beliau merasa sebagai keturunan Prabu Brawijaya V, juga beliau berharap dapat mengembangkan burung perkutut pada rakyatnya.
Sebagai perwujudan dari harapan tersebut Sultan VII menyelenggarakan perhelatan yang dinamakan Sanden.
Sanden adalah suatu acara mendengarkan suara perkutut, dan hingga saat ini daerah tersebut dikenal dengan nama Sanden.
Baca Juga: 6 Jenis Perkutut Katuranggan yang Mitosnya Membawa Kesialan bagi Pemiliknya
Sanden berada di daerah dekat Imogiri Kabupaten Bantul. Bersamaan dengan ini digubah satu gending atau pakem tembang Jawa, yang diberi nama kutut manggung.
Gending kutut manggung yang arti dalam bahasa Indonesia Perkutut berkicau.
Gending ini diilhami oleh suara burung perkutut yang sedang berkicau, yang digubah oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII, dan khusus disajikan pada upacara-upacara sakral di lingkungan kesultanan Yogyakarta.
Pada era Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, keraton sering menyelenggarakan Lurugan Beksi Perkutut, satu perhelatan yang identik dengan kontes perkutut.
Baca Juga: 9 Ciri pada Kaki Perkutut Katuranggan yang Paling Diminati Orang