Sehari setelahnya, yakni Pada Selasa 6 September 2022, giliran tersangka Putri Candrawathi dan saksi bernama Susi yang menjalani pemeriksaan menggunakan alat pendeteksi kebohongan.
Namun, hasil pemeriksaannya tidak dibuka untuk publik dengan alasan demi keadilan atau pro justitia.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan, hasil uji poligraf sedianya merupakan konsumsi penyidik. Oleh karenanya, polisi menolak membuka hasil uji kebohongan Putri dan Susi ke publik.
”Setelah saya berkomunikasi dengan Kapuslabfor (Kepala Pusat Laboratorium Forensik) dan operator poligraf, hasil poligraf atau lie detector itu adalah pro justitia. Itu konsumsinya penyidik,” kata Dedi dalam keterangan pers, Rabu 7 September 2022.
Sedangkan, Irjen Ferdy Sambo sendiri menjadi yang terakhir menjalani pemeriksaan lie detector pada Kamis 8 September 2022.
Sama halnya dengan pemeriksaan Putri Candrawathi, Polri tidak mengumumkan hasil pemeriksaan uji poligraf terhadap Sambo dengan alasan yang sama.
“Hasilnya apakah sudah selesai itu domainnya labfor laboratorium forensik dan penyidik,” kata Irjen Dedi Prasetyo.
Baca Juga: Akhirnya Bripka RR Ngaku Pergoki Gelagat Ini dari Om Kuat, Ada di Kamar Putri Candrawathi?
Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menyebutkan, untuk dapat menjadi alat bukti, hasil uji poligraf antara satu tersangka dengan lainnya harus sejalan.
Dia mengatakan, hasil uji kebohongan tak bisa berdiri sendiri sebagai alat bukti tanpa disertai keterangan ahli dan saksi yang selaras.
“Jadi hasil dari poligraf ini tidak berdiri sendiri tapi harus juga berkait dengan alat bukti saksi ahli ataupun surat,” kata Hibnu.
Sebenarnya, kata Hibnu, hasil uji poligraf sifatnya hanya untuk membantu mengungkap suatu perkara.
Uji poligraf menjadi bagian dari scientific crime investigation seperti halnya analisis digital forensik, balistik forensik, atau psikologi forensik.
Karena itu, kata Hibnu, hasil pemeriksaan ini tak bisa menjadi alat bukti utama.