Dosen Jurnalistik Unnes: Usut Tuntas Peretasan Awak Media

photo author
- Minggu, 2 Oktober 2022 | 08:40 WIB
Dosen Jurnalistik Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dhoni Zustiyantoro. (Dok Pribadi)
Dosen Jurnalistik Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dhoni Zustiyantoro. (Dok Pribadi)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM -Kasus peretasan akun media sosial jurnalis terus berulang. Kasus terakhir, peretasan dialami oleh 37 awak media Narasi. Akun Whatsapp, Telegram, hingga media sosial Facebook dan Instagram mereka diretas. Peretasan itu ditengarai setelah narasi melakukan kerja-kerja jurnalistik yang kritis terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum.

Dosen Jurnalistik Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dhoni Zustiyantoro, menyatakan peretasan terhadap jurnalis mesti diusut tuntas. Kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Jika tidak dilakukan upaya pengusutan yang sungguh-sungguh, ini membuktikan kegagalan aparat penegak hukum untuk menemukan sekaligus mencegah peretasan kepada awak redaksi berulang. Ini menjadi bentuk pembiaran dalam kerja pers yang dilindungi Undang-Undang di sebuah negara demokrasi,” ujarnya, Minggu, 2 Oktober 2022.

Baca Juga: Buntut Ricuh Suporter Usai Pertandingan Arema FC vs Persebaya, Liga 1 Disetop Sementara

Dhoni menyebut jika serangan selalu terjadi ketika jurnalis atau media menunjukkan sikap kritis kepada kebijakan penguasa. Ia menyebut, sulit menyangkal fakta-fakta yang menunjukkan bahwa peretasan dilakukan oleh institusi yang memiliki sumber daya memadai.

“Untuk itu, hanya ada satu cara untuk menyangkal anggapan tersebut dengan melakukan pengusutan dan mencegahnya berulang,” kata dosen Fakultas Bahasa dan Seni Unnes itu. Sebelumnya, serangan siber kepada media juga dialami oleh Tirto, Tempo.co, dan Project Multatuli.

Di satu sisi, peretasan yang terus berulang membuat jurnalis berpikir dua kali untuk melaporkan berita kritis. Hal itu akan mengurangi fungsi jurnalistik sebagai pengawal kebijakan dan perubahan sosial. “Ini ancaman serius terhadap kebebasan pers,” ujarnya.

Baca Juga: Bikin Heboh Kota Lama, Fashion Parade Buka Batik Specta di Kota Semarang

Tak hanya kepada jurnalis, Dhoni mengatakan peretasan juga sering terjadi kepada akademikus yang kritis bersuara menyikapi kebijakan pemerintah. Ia menyebut sejumlah kasus, misalnya peretasan terhadap epidemiolog Pandu Riono, pakar hukum Bivitri Susanti, dosen Rocky Gerung, hingga mahasiswa dan akun organisasi kemahasiswaan yang kritis bersuara.

“Jika tidak diusut tuntas, ini tidak hanya menjadi indikator nyata kemunduran demokrasi di Indonesia, tapi menunjukkan pemerintah Joko Widodo tidak memiliki komitmen untuk melindungi hak dasar warga di ruang digital. Realitasnya, kebebasan di ruang digital terus dilemahkan,” ujarnya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemenimipas Teken MoU dengan Delapan Lembaga Negara

Rabu, 19 November 2025 | 21:03 WIB
X