"Itu ukuran keimanan seseorang, apakah keimanannya kuat, lemah, atau tidak beriman sama sekali," jelas Ustadz Adi Hidayat.
Perintah itu dibuat untuk orang beriman atau mukmin, namun ada beberapa syarat yang belum tentu seseorang bisa menunaikannya.
Ini termasuk sakit yang sehingga sulit berpuasa atau saat puasa dapat memperburuk keadaannya, serta wanita hamil, wanita menyusui, dan musafir.
"Maka cara mengganti puasa di dalam Al Quran terbagi menjadi dua golongan, artinya bisa membayar pada hari lain disebut qadha dan mengganti fidyah atau membayar kadar makanan dan tidak berpuasa," papar Ustadz Adi Hidayat.
Baca Juga: Adu Performa Yamaha Nmax 155 Connected VS Honda PCX 160, Lebih Oke Mana? Ternyata Harga Sama
Qadha berlaku bagi orang yang secara fisik mampu mengqadha puasa di hari lain, misalnya wanita hamil kemudian melahirkan, masih memiliki kesempatan untuk mengqadha puasa, maka membayar puasa didahulukan dari fidyah.
Namun, jika kondisi fisik seseorang tidak memungkinkan untuk berpuasa, misalnya orang yang sudah sangat tua atau orang yang mengidap penyakit tertentu, yang secara medis telah ditetapkan tidak boleh berpuasa.
"Jadi orang-orang ini tidak melakukan qadha dalam hidupnya, yang diganti dengan membayar fidyah. Caranya dengan menghitung jumlah makanan yang mereka makan dalam sehari, misalnya tiga kali sehari," jelasnya.
Ini berlaku untuk kadar makanan sesuai kehidupan sehari-hari seseorang. Misalnya nilai nominal Rp150.000 per hari, maka jumlah ini diberikan, tetapi jumlah atau kadar makanan per orang bervariasi sesuai kapasitas.
Fidyah tersebut dibayarkan sejumlah dengan puasa yang ditinggalkan, minimal diperuntukkan untuk satu orang miskin, lebih dari itu lebih baik lagi.*** (Syarifuddin)
