Tentang Daftar Pustaka

photo author
- Minggu, 17 April 2022 | 18:43 WIB
Imaniar Yordan Christy, Guru SMA Negeri 5 Semarang. 				                             (dok pribadi)
Imaniar Yordan Christy, Guru SMA Negeri 5 Semarang. (dok pribadi)


AYOSEMARANG.COM-Kita tentu sepakat bahwa daftar pustaka bukan sekadar tulisan pemanis dan penambah jumlah halaman dalam buku. Mengingat pentingnya daftar pustaka untuk menghindari plagiarisme maka materi tentang penulisan daftar pustaka ini dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Materi tentang penulisan daftar pustaka yang terdapat dalam Kompeteni Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia baik di SMP maupun di SMA tentunya mengisyaratkan bahwa siswa harus bisa menulis jujur dengan mencantumkan semua sumber yang dikutipnya sebagai pendukung opini mereka dan menyusun sumber yang digunakan untuk menulis dengan format daftar pustaka yang tepat.
Namun, ironisnya buku-buku teks yang digunakan siswa untuk belajar justru menyajikan contoh nyata bahwa daftar pustaka yang tercantum dalam buku teks tersebut serupa hiasan dan pelengkap halaman.

Baca Juga: Masjid Darussalam Sukoharjo Jadi Saksi Perjuangan Pangeran Diponegoro Lawan Belanda

Penulis buku teks agaknya lupa untuk mencantumkan sumber saat mengutip teori dalam penyusunan buku teks. Siswa dan guru hanya terpaksa mengimani dan mengamini bahwa teori yang terdapat dalam buku teks pelajaran itu merupakan teori yang mutakhir dan sahih.

Meskipun teori yang ada dalam buku teks pelajaran tidak tercantum sumbernya jangan heran ketika membaca bagian daftar pustakanya. Sebagai contoh dalam buku teks Bahasa Indonesia Kelas X terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), yang dipinjamkan secara gratis bagi siswa, pada halaman daftar pustaka kita akan menyaksikan kontestasi buku dan jurnal: An Introduction to functional Grammar (Halliday, 1985), Languange, Context, and Text: Aspects of Language in a Social-Semiotic Prespective (Halliday dan R. Hasan, 1985), Text Based Language Teaching (Thai, 2009), Pengajaran Kosakata (Tarigan, 1986), Ensiklopedia Bahasa dan Sastra Indonesia: Terampil Berbicara (Setiyaningsih, 20014), Analisis Bahasa ( Samsuri, 1991) dan masih ada beberapa lagi.

Sekali lagi jangan kecewa ternyata jika kita lacak pada halaman isi maka kutipan dalam buku-buku yang tercantum dalam daftar pustaka tersebut menguap tanpa bekas.

Menjadi sesuatu hal yang wajar jika ada siswa kebingungan dan bertanya tentang teori yang berbeda-beda ketika ia membaca lebih dari satu buku refrensi tanpa bisa merunut tinjauan pustakanya.

Baca Juga: Sinopsis dan Jam Tayang Film One Piece Red, Cek di Sini Selengkapnya

Semakin gemar siswa membaca buku teks pelajaran yang beranekaragam penulis dan terbitan itu maka akan semakin bingung lah ia memutuskan mengikuti teori yang mana karena semua tampak seperti opini penyusun buku. Tidak berbeda dengan siswa, guru juga mengalami hal yang sama.

Pergantian kurikulum dan penambahan Kompetensi Dasar, kadang berbeda dengan materi yang pernah diterima di perguruan tinggi, membuat guru harus mengikuti panduan materi dari buku pegangan guru dan buku teks siswa disamping guru mencari dari berbagai sumber lain.

Jika materi dalam buku teks wajib maupun pendamping tidak mencatumkan dengan jelas sumber ilmiahnya maka kebingungan dan perbedaan pendapat antar guru mata pelajaran tidak dapat dihindarkan. Perbedaan pendapat untuk meributkan teori yang tidak jelas sumbernya darimana sangatlah menyebalkan.

Ada baiknya jika para penulis buku teks mencantumkan sumber teori yang dikutip. Kemudian setiap sumber itu dicantumkan dengan format yang benar pada halaman daftar pustaka. Sehingga jika terjadi kebingungan baik siswa maupun guru maka akan dapat dilacak kebenaran teori tersebut. Jangan sampai buku teks yang menjadi pegangan dan acuan siswa dalam belajar hanya merupakan kumpulan hoaks dan contoh plagiarisme.


Untuk membuat buku Bahasa Indonesia setebal ratusan halaman maka juga diperlukan hadirnya teks bacaan. Senasib dengan keberadaan teori, maka bacaan/contoh teks yang dimasukkan ke dalam buku teks juga banyak yang tidak dikutip dengan cara yang benar.

Para penulis teks bacaan tidak diberi tempat terhormat dalam buku pelajaran siswa karena banyak kita jumpai kutipan teks tanpa nama penulisnya. Sebagai salah satu contoh teks biografi yang dikutip dalam buku teks Bahasa Indonesia Kelas X terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2017 : 217) berjudul George Saa, Si Jenius dari Papua, tidak ada nama penulis teks tersebut. Di bawah teks biografi tersebut tertulis sumber: www.biografi.com/2012/06/biografi-septianus-george-saa-sang.html tapi jika kita klik tautan tersebut maka kita tidak akan pernah sampai pada teks biografi yang dikutip tersebut. Hal seperti itu banyak terjadi pada nasib teks-teks lain.

Di dalam daftar pustaka buku tersebut tedapat 33 link yang tertulis dengan judul sumber internet. Jelas penulisan daftar pustaka yang tidak tepat kaidah penulisannya dan mugkin jika dilacak tidak semuanya akan sampai pada teks yang dikutip dalam buku tersebut.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Perlukah Outsourcing Dihapus?

Kamis, 8 Mei 2025 | 11:28 WIB
X