Tak hanya menampilkan seni, siswa juga diajak mengenal permainan tradisional seperti dakon dan sunda manda, serta bazar kuliner khas daerah. Menariknya, transaksi jual beli di bazar tersebut menggunakan “kepeng bambu” sebagai alat tukar, menggantikan uang rupiah.
“Kami ingin anak-anak belajar soft skill — bagaimana berinteraksi, berkreasi, dan menghargai nilai budaya. Dengan cara ini, mereka tidak hanya terampil secara akademik, tapi juga memiliki kepekaan sosial dan budaya,” jelas Maryono.
Ia berharap kegiatan ini bisa menjadi ruang bagi siswa untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap identitas bangsa.
“Di tengah era digital, kami ingin anak-anak tidak hanya sibuk dengan gawai, tetapi juga mampu mengapresiasi budaya tradisional Indonesia,” tutupnya.**