"Dulu masih gelap dan belum seramai ini," katanya.
Meski demikian, Jalan Pemuda sejak dulu adalah pusat Kota Semarang karena ada alun-alun, banyak penginapan, serta bioskop dan tempat hiburan.
Subandi mengaku masih ingat bagaimana dulu, masyarakat Semarang mendatangi bioskop Rahayu yang kini jadi toko pakaian Trend, lalu juga Kanjengan Theater.
Kemudian tak jauh dari tempatnya ada Griss yang kini jadi Paragon Mall. Dulu di tempat itu dijadikan pertunjukan Wayang Orang.
"Ingatan saya itu. Sama bangjo (traffic light) di depan saya jualan itu lampunya dulu cuma digantungin. Kalau sekarang kan dah bagus ada tiangnya," ungkapnya.
Baca Juga: 7 Mie Ayam Ceker Terkenal Enak di Semarang, Cekernya Empuk Makprol Favorit Warga Lokal
Sementara dari segi harga, Subandi mengaku sepanjang waktu dia berdagang berulang kali mengalami perubahan.
Perubahan harga tergantung pada waktu, dan harga bahan pokok.
"Dulu harganya pernah Rp 10 sampai sekarang satu porsi Rp 12 ribu," ucapnya.
Untuk sekarang harga satu porsi sebanyak Rp 12 ribu dengan mendapat 4 pisang yang ditumpuk.
Dalam menyajikan pisang plenet, Subandi menggunakan pisang gepok. Pembuatannya pun cukup mudah.
Pisang yang masih segar dibakar di panggangan yang panas. Setelah dipanasnya sebentar pisang kemudian diplenet menggunakan dua papan kayu kecil.
Setelah tampak gepeng, pisang diberi margarin dan berbagai rasa, mulai dari nanas, coklat dan gula.
"Dulu belum ada meses coklat dan selai, ya pakainya masih gula bubuk saja," sambungnya.