Untuk menjadi suster sebetulnya di Susteran Gedangan menetapkan standar maksimal usia 18 tahun.
Namun, di luar dugaan, Bertha sering menerima orang-orang dengan usia di atas standar itu.
"Katanya mendapat panggilan yang terlambat," ucapnya.
Lebih lanjut Bertha menjelaskan tentang pertanyaan banyak pihak, seberapa sanggup para biarawati atau suster itu dalam melakoni hidupnya.
Dengan enteng, Bertha menjawab bahwa semuanya tidak sekuat itu.
Setiap tahun Susteran akan mendapat evaluasi berupa evaluasi dimensi, duniawi dan rohani. Apabila dari evaluasi itu ada yang bermasalahan maka akan dievaluasi.
"Dari evaluasi itu juga ada yang memutuskan untuk mundur dan berubah pendirian. Ya itu sah-sah saja. Alasannya saya juga tidak tahu karena itu privasi. Tapi paling umum mungkin karena hendak menikah," sambungnya.
Selain itu, Suster selain melakukan pelayanan rohani juga harus bernanfaat bagi sekitar.
Bertha misalnya seringkali bercengkrama dengan para pemulung di sekitar susteran, bahkan dia juga sering ikut nyanyi bersama anak-anak punk.
“Hidup harus srawung (membaur). Kalau bisa srawung, temannya banyak, tidak akan kekurangan,” kata Bertha.
Bertha mengatakan untuk bergaul dan berbaur, haruslah dengan siapa saja. Tidak melihat asal-usul, ras, golongan, apalagi keyakinan kepercayaan.
Dia sendiri banyak menerima tamu-tamu dari penganut kepercayaan atau keyakinan yang berbeda dengannya. Sejauh ini, itu tidak menjadi soal.
“Banyak yang ke sini, dari IAIN (Institut Agama Islam Negeri), ada yang Kristen, ada penganut Buddha, dolan cerita-cerita sampai mohon doa. Tidak masalah. Bagi kami, (perbedaan) agama tidak jadi kendala,” lanjutnya.
Begitupun ketika pihaknya melakukan pelayanan-pelayanan. Sebut saja, tentang rumah lansia hingga memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak pemulung di sekitaran komplek Susteran Gedangan. Para suster juga secara rutin berbagi makanan gratis ke orang-orang yang membutuhkan.
“Ini adalah pesan toleransi. Intinya susteran ini, baik itu harus ke semua orang tanpa membeda-bedakan. Bhinneka Tunggal Ika perlu diangkat lagi, (khususnya) untuk tema anak-anak muda,” tambah Suster Bertha.