SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Melakoni hidup menjadi biarawati barangkali jadi satu komitmen yang harus dipegang sepanjang usia.
Pasalnya, menjadi biarawati harus siap menanggalkan segala hal tentang urusan duniawi karena harus fokus pada pelayanan kerohanian bagi agama.
Mengutip dari berbagai sumber seperti halnya pastor, biarawati tidak menikah karena telah mengucapkan atau mendeklarasikan 3 kaul yakni kaul kemurnian, kaul ketaatan, dan kaul kemiskinan dalam suatu komunitas religius.
Perwakilan dari Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik (STPKat) Santo (St) Fransiskus Assisi atau Susteran Gedangan FR. Wuriningsih alias Sr.M. Bertha OSF membenarkan berbagai komitmen tadi.
Sebagai Suster sejak tahun 1989, Bertha mengaku sudah menanggalkan segala kepentingan duniawi untuk menasbihkan diri menjadi suster.
"Saya meninggalkan pekerjaan lama saya, gaji lumayan untuk pengabdian terhadap agama. Suster lain pun ada juga yang meninggalkan suaminya dan lain sebagainya. Kami mengabdi di sini, berdoa, memberikan pelayanan kepada masyarakat atas kerohaniannya. Memperbanyak puasa atas beberapa makanan. Jika ada yang ingin minta doa, bisa kami layani. Di masa-masa ini, biasanya banyak tokoh politik yang mampir. Mau minta doa kan? Ya saya bisa layani," ucapnya.
Seperti yang terjadi di komplek Susteran Gedangan Semarang. Lokasinya di Jalan Ronggowarsito, dekat dengan komplek Pelabuhan Tanjung Emas, Kawasan Kota Lama Semarang.
Di sana, para suster hidup dengan pengabdian memberikan pelayanan ke masyarakat luas. Termasuk pula ada , yang merupakan sekolah tinggi untuk para calon guru agama Katolik.
Sejauh ini tercatat ada 23 suster baik dari biara maupun susteran.
"Para suster di Komplek Suster-Suster St. Fransiskus (Susteran Gedangan), melakukan pelayanan dengan pengabdian tulus. Mereka melayani sepenuh hati," ungkapnya.
Bertha pun mengungkapkan kegiatan sehari-hari para suster tersebut. Mereka bangun tidur mulai pukul 04.30 WIB menjalankan doa pagi, perayaan ekaristi lalu juga renungan.
"Setelah ekaristi kami makan pagi lalu bekerja. Suster tidak hanya melakukan pelayanan namun juga dituntut untuk berkarya agar lebih produktif. Kami juga berkarya baik di bidang pendidikan, karya spesial dan karya yang di asrama. Biasanya kami bekerja di Rumah Retret untuk menggali kekayaan iman dan rohani," paparnya.
Sampai sore kemudian para suster kembali berdoa untuk pendalaman rohani dan kitab suci. Pukul 19.00 WIB dilanjut makan malam dengan doa malam.
"Sehabis itu kami rekreasi dan menari. Lalu jam 21.00 WIB kami jam hening," sambungnya.