Kisah Seorang Ibu di Demak, Berjuang Lahirkan Anak di Tengah Kepungan Banjir

photo author
- Jumat, 22 Maret 2024 | 21:36 WIB
Oktaviyaningrum dan anaknya yang habis dilahirkan setelah penuh perjuangan di tengah banjir Demak.  (Humas Jateng)
Oktaviyaningrum dan anaknya yang habis dilahirkan setelah penuh perjuangan di tengah banjir Demak. (Humas Jateng)

DEMAK, AYOSEMARANG.COM – Pada sepotong hari di Minggu 17 Maret 2024, perut Oktaviyaningrum terasa mulas-mulas. Usia kandungan perempuan warga Kampung Krapyak, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak itu sudah memasuki sembilan bulan.

Mulasnya itu ia rasakan di dalam rumahnya. Ada dorongan kuat ingin segara ke klinik bersalin. Namun, di luar rumah sedang tidak baik-baik saja.

Banjir mulai menggenangi lingkungan sekitar. Tanggul sungai di kampungnya jebol karena hujan dengan intensitas tinggi.

Saat itu, suaminya masih bergotong royong bersama warga mencoba menutup tanggul dengan sandbag, agar banjir tidak semakin tinggi dan meluas.

Baca Juga: Sempat Kabur, Dua Pelaku Penganiayaan di Gunungpati Semarang Ditangkap Polisi

Pada momentum itu, suaminya juga berada pada persimpangan kebimbangan, antara menyelesaikan menutup tanggul agar banjir tak meluas, atau langsung pulang mendampingi istrinya. Pada akhirnya, ia memutuskan pulang ke rumah mendampingi istrinya.

Begitu suaminya sampai rumah, perempuan yang akrab disapa Okta itu langsung di bawa ke klinik persalinan. Untuk melintasi banjir yang melanda, ia menumpang perahu karet.

Setelah melewati genangan, barulah diantarkan menggunakan mobil. Jarak dari rumah ke kliniknya 30 menit. Menit demi menit ia lalui dengan debar.

“Pokoknya penuh tantangan, tidak menyangka melahirkan pas tanggul jebol. Waktu perjalanan ke klinik air sudah naik lebih dari 15 centimeter," kata Okta saat ditemui di lokasi pengungian di Wisma Halim, Jumat, 22 Maret 2024.

Baca Juga: Kabar tentang Haji Harus Ciptakan Aura Positif

Usai melahirkan di persalinan, Okta dan suaminya sempat bingung akan pulang ke mana. Ia sempat memutuskan pulang ke rumah bersama bayinya. Sebab, banjir di rumahnya belum begitu tinggi.

Tetapi sehari setelah pulang ke rumah, ternyata air meninggi dengan cepat. Dengan kondisi panik, mereka dengan empat anaknya membawa barang seadanya, mengungsi di mushola dekat rumah, yang posisinya dianggap lebih aman.

Namun, karena mengungsi di mushola tersebut dianggap warga sekitar tidak repesentatif bagi ibu yang baru saja melahirkan, perangkat kampungnya kemudian menyarankan agar pindah ke pengungsian Wisma Halim.

Di wisma itu, ia bersama 216 warga yang lain. Sebab, kondisinya lebih aman dan fasilitasnya memadai.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X