SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Pemandangan berbeda tampak di halaman rumah Junarso yang berada di Purwosari Perbalan, Gang H, Semarang Utara pada Senin 25 Maret 2024.
Biasanya di bulan ramadan ada beberapa orang yang sedang membuat Lampion Teng-tengan tapi tidak untuk kali ini.
Kegiatan rutin Junarso untuk membuat Lampion Teng-tengan tiap tahun khususnya sejak pandemi menurun drastis.
“Sudah nggak seproduktif dulu,” terang Junarso.
Sebelum pandemi, pesanan Junarso masih baik. Waktu itu dia masih membuat sekitar 700-an lampion teng-tengan, meskipun juga tidak laku semua.
Lalu ketika pandemi, segalanya berubah daerah-daerah yang menjadi teritorinya berdagang menutup akses. Alhasil, dia jadi susah.
Untuk sekarang permasalahannya berbeda lagi. Sudah tidak ada lagi orang yang mendagangkan lampion teng-tengan karena lebih memilih pekerjaan lain.
"Padaa milih kerja lain yang lebih menguntungkan," tambahnya.
Dikarenakan dagang Lampun Teng-tengan sepi, Junarso alih profesi menjadi buruh proyek. Pekerjaan itu dia nilai lebih menjanjikan daripada berjualan Lampu Teng-tengan yang masih sepi sampai saat ini.
Meskipun masih sepi, namun bukan berarti Junarso akan berhenti selamanya. Jika kondisi membaik dia akan berdagang lagi. Terlebih lampion teng-tengan ini adalah tradisi di kampungnya yang tidak boleh dihilangkan.
Junarso sendiri meneruskan keterampilan ini dari ayahnya yang bernama Ali Tarwadi.
Waktu masih diedarkan, satu lampion teng-tengan ini memiliki harga Rp 30 ribu.