Pengamat di Semarang Tanggapi Kebijakan Tapera: Tidak Bisa Pukul Rata Potongan Gaji dan Wajib Transparasi

photo author
- Rabu, 29 Mei 2024 | 16:02 WIB
Ilustrasi pekerja saat May Day. Pengamat kritisi kebijakan Tapera yang memotong upah pekerja.  (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Ilustrasi pekerja saat May Day. Pengamat kritisi kebijakan Tapera yang memotong upah pekerja. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Presiden Joko Widodo belakangan dikritik banyak masyarakat karena menerapkan kebijakan potongan 3 persen gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Kebijakan soal Tapera itu langsung tidak disetujui masyarakat begitupula dengan Pengamat Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Satria Aji Imawan.

Menurut Aji pemerintah tidak bisa menerapkan potongan yang sama 3 persen gaji kelas pekerja.

“Tidak bisa dipukul rata tiga persen, perlu dijelaskan logikanya bagaimana, penghasilan orang itu bervariatif, tiga persen bagi orang yang penghasilannya sekelas ibu kota ya tidak sama dengan yang di kabupaten. Tidak bisa sama, harus ada penyesuaian. Penjelasanya harus detail dan mohon maaf persen itu kan penjelasannya abstrak ya, jadi harus real nominal, karena persen itu kan angka yang relatif ya,” ungkap Satria Aji, Rabu 29 Mei 2024.

Baca Juga: Pastikan Kemanan PLTU KITB dan BIP, Pj Bupati Batang Gelar Apel Bersama Forkopimda

Lebih lanjut Aji menuturkan meski tidak setuju namun, kebijakan tersebut dinilai bagus mengingat saat ini problem inflasi rumah itu sangat tinggi.

Namun, seringkali kebijakan-kebijakan seperti itu, ketika ada potongan, masyarakat luas tidak tahu transparansinya.

“Kadang-kadang juga skema-skema itu tidak berjalan dengan lancar sehingga escape plan-nya juga tidak jelas. Itu yang sering terjadi, bahwa dulu ada BPJS kita sering iuran ternyata ada indikasi kebocoran. Nah, menurut saya menyoroti pengelolannya ya,” sambungnya.

Kemudian untuk kebijakan potongan gaji untuk Tapera, pemerintah perlu menjelaskan lebih detail transparansinya.

Baca Juga: Penjelasan Lengkap Mengenai Pencairan Simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)

Hal ini dilakukan juga mengingat orang tidak buta soal investasi perumahan. Kondisi global dan nasional juga harus dilihat, terutama nasional di Indonesia dan bagaimana skema yang ditawarkan.

“Kalau itu dianggap berisiko oleh sebagian orang atau mayoritas orang, maka perlu dikaji ulang. Artinya bukan berarti penghasilan berapa lalu dipress sedemikian rupa untuk investasi perumahan tapi kemudian hari per harinya penghidupannya bermasalah, itu kan sangat relatif juga biaya hidup yang lain. Sehingga itu betul-betul harus dihitung termasuk escape plannya bagaimana,” bebernya.

Secara detail Aji mencontohkan di negara lain misalnya di Britania Raya (Eropa), pada konteks orang punya rumah, orang tidak bisa serta merta membeli dan kemudian menyicil.

Masyarakat harus memiliki cadangan tabungan, tidak boleh mengganggu fasilitas umum, harus punya jalan khusus dan memiliki berbagai jaminan lain.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X