semarang-raya

Penahanan Dua Aktivis Semarang Resmi Ditangguhkan, Ini Penjelasan Polisi

Jumat, 12 Desember 2025 | 09:08 WIB
Aktivis Semarang, Fathul Munif dan Adetya Pramandira mendapat penangguhan penahanan dari Polrestabes Semarang. ( instagram/walhijateng)

AYOSEMARANG.COM -- Polrestabes Semarang menangguhkan penahanan dua aktivis yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penangguhan diberikan setelah adanya permohonan dari pihak keluarga tersangka.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, membenarkan langkah Polrestabes Semarang tersebut. Ia menyebut penangguhan telah berlaku sejak Selasa, 10 Desember 2025.

"Sudah ditangguhkan sejak tanggal 10 Desember 2025," ujarnya, dikutip Ayosemarang.com, Jumat 12 Desember 2025.

Baca Juga: Buntut Salah Tangkap dan Pelecahan Remaja oleh Polisi, Polda Jateng Bakal Periksa Polres Blora

Dua aktivis yang ditangguhkan penahanannya itu adalah Adetya Pramandira (26) dan Fathul Munif (28). Keduanya ditahan karena diduga terkait unggahan mereka di media sosial tentang aksi demonstrasi pada Agustus 2025 yang berujung ricuh.

Menurut Artanto, proses penangguhan dilakukan berdasarkan permintaan resmi dari pihak keluarga tersangka.

Mereka ditempatkan di dua lokasi berbeda: Adetya ditahan di Markas Polrestabes Semarang, sementara Fathul ditahan di Polda Jawa Tengah.

Keduanya terjerat kasus terkait konten yang mereka unggah saat berlangsungnya aksi unjuk rasa Agustus 2025 tersebut.

Sebelumnya diberitakan, dua aktivis muda Kota Semarang, Fathul Munif (28) dan Adetya Pramandira (26), diamankan polisi terkait rangkaian aksi unjuk rasa 29 Agustus 2025.

Baca Juga: Dua Aktivis Semarang Ditangkap Polisi, Alasan Provokator Lewat Konten di Momen Unjuk Rasa pada Agustus

Keduanya ditangkap di sebuah indekos kawasan Tlogosari, Kamis 27 November 2025 pagi.

Bagas Budi Santoso dari Tim Suara Aksi membeberkan kronologi penangkapan.

Menurutnya, sebelum ditangkap, kedua aktivis tersebut baru saja mendampingi para petani melaporkan dugaan kriminalisasi petani ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

“Sejak di Komnas HAM, warga sudah merasa ada yang mengikuti. Awalnya tidak terlalu kami hiraukan,” katanya.

Halaman:

Tags

Terkini