Kata Agus, air di sendang itu tidak pernah surut. Awalnya, air di situ untuk menyalurkan air di rumah-rumah warga.
Sementara untuk Nyi Renggo sendiri, kata Agus, adalah sesepuh kampung yang cukup dihormati di masa lampau.
"Untuk itu sampai sekarang masih kami hormati," ucapnya.
Cara penghormatan Sendang Nyi Renggo ini adalah dengan melakukan pembersihan setiap bulan Suro atau dengan kata lain, dikuras.
Baca Juga: Sambut HUT RI, Pantai Cahaya Kendal Berikan Promo Menarik Bagi Wisatawan
Dulu, di masa beberapa lurah, setiap suro malah diadakan pementasan wayang.
Tetapi karena dirasa terlalu banyak biaya, warga lebih memilih melakukan slametan dengan sederhana.
Apabila dilihat seksama, bangunan asli sendang ini sangat rendah. Untuk itu warga sekitar kemudian membangun lagi dinding yang lebih tinggi.
Agus lalu menunjukan sebuah video dokumentasi ketika warga sekitar melakukan kegiatan tatkala hari suro tiba.
Sejauh ini masih banyak orang yang menganggap sendang ini mistis. Bahkan orang-orang luar sering datang membawa sesaji.
Baca Juga: Kisah Tarmize, Pria Thailand Keliling Indonesia dengan Sepeda, Tak Pernah Pakai Google Maps
Tetapi menurut Agus, esensi sendang itu tidak demikian.
"Kami ingin mengubah stigma. Sendang Nyi Renggo ini sebagai bagian kampung yang harus dihormati dan dijaga, namun bukan disembah. Berdoa ya tetap pada Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi tempat ini akan diproyeksikan sebagai lokasi wisata religi," pungkasnya.
