"Misalnya atap wulungan yang menjadi ciri khas bangunan Tionghoa. Kalau bangunan rumah Banjar berupa rumah kayu sudah hilang sejak 1980-an," tuturnya.
Fariz berharap upaya revitalisasi ini bisa kembali menemukan bagian-bagian yang hilang atau setidaknya mengenal kembali.
"Setidaknya semua catatan sejarah tadi diketahui oleh masyarakat. Syukur-syukur bisa dimunculkan kembali," sambungnya.
Sementara, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menuturkan bahwa Kampung Melayu merupakan salah satu kawasan yang mendapat perhatian dari pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR.
Oleh karena itu pihaknya berharap, hal tersebut akan mampu meningkatkan antusiasme dan kepedulian masyarakat terhadap tata kelola pariwisata di Kampung Melayu.
Perempuan yang akrab disapa Ita itu pun menginginkan supaya eksistensi Kampung Melayu tidak berjalan sendiri tapi harus menjadi satu kesatuan dengan kawasan Semarang lama lainnya yaitu kawasan Kauman, Pecinan, dan Kota Lama.
Pihaknya akan menyusun kajian yang dapat menyinkronkan agenda pariwisata di empat kawasan tersebut agar menjadi suatu atraksi kolaborasi.
"Kami sedang minta Dinas Tata Ruang atau Distaru untuk melakukan penyusunan DED untuk nanti ada restorasi Masjid Menara Layur. Kita harapkan ini menjadi satu jujugan karena merupakan sejarah. Masjid pertama di Kota Semarang ini ya Masjid Menara Layur. Kami lihat gambaran utuhnya lewat kajian Disbudpar karena ini kan ada sejarah, ada story telling-nya sehingga diharapkan menjadi daya tarik kawasan ini," imbuh Ita saat meresmikan Kelompok Sadar Wisata Kampung Melayu.