KENDAL,AYOSEMARANG.COM – Perjuangan untuk mendapatkan kepastian kebijakan yang meringankan soal Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai salah satu syarat berusaha tidak pernah lelah dilakukan.
Meski satu-persatu pelaku usaha khususnya apotek di Kabupaten Kendal memilih untuk menutup usahanya karena besarnya biaya yang digunakan untuk mengurus SLF.
Setidaknya sudah ada 5 apotek di Kabupaten Kendal yang terpaksa gulung tikar, karena kebiijakan SLF terlalu memberatkan pengusaha.
Tjandra Winata, pelaku usaha di Kendal melalui surat terbuka kepada Bupati Kendal menuliskan, pelaku usaha dan warga Kendal selama ini mengikuti proses kebijakan daerah.
“Saya ingin kembali mengingatkan dan menagih komitmen Bupati Kendal terkait penyusunan dan penerapan kebijakan mengenai SLF sebagai salah satu syarat berusaha di wilayah kita,” katanya dalam keterangan kepada sejumlah awak media Kamis 4 Desember 2025.
Tjandra yang juga ketua IAI Kendal mengatakan, tanggal 19 Mei 2025 lalu dalam audiensi, Bupati Kendal Dyah Kartika Permanasari pernah menyampaikan bahwa pemerintah daerah akan menghadirkan regulasi yang lebih jelas, manusiawi, dan terukur terkait SLF.
Harapan tersebut disampaikan untuk memastikan bahwa penerapan SLF tidak menjadi beban berlebihan bagi pelaku usaha, terutama usaha kecil yang selama ini berjuang untuk tetap bertahan di tengah berbagai tantangan.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Semarang Tegaskan Komitmen Anti-Fraud JKN
“Namun hingga saat ini, pelaku usaha masih merasakan ketidakpastian karena belum terlihat adanya kebijakan daerah yang final dan operasional,” imbuhnya.
Akibat dari ketidakjelasan ini, proses administrasi berusaha menjadi terhambat, biaya dan waktu yang dikeluarkan semakin besar serta rasa was-was bagi para pelaku usaha kecil yang khawatir terdampak aturan yang mungkin belum sepenuhnya mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
“Kami sangat menghargai niat baik pemerintah untuk meningkatkan standar keselamatan bangunan melalui SLF. Namun kami juga percaya bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk memastikan penerapan SLF dilakukan secara proporsional, adil, dan tidak membebani masyarakat, terutama sektor usaha kecil yang menjadi penopang ekonomi daerah,” terangnya.
Melalui surat terbuka ini, ia meminta penyusunan aturan SLF yang proporsional, terutama bagi usaha mikro dan kecil.
Selain itu adanya keringanan biaya atau mekanisme subsidi bagi pelaku usaha kecil dan sosialisasi yang transparan, terjadwal, dan mudah dipahami oleh masyarakat.
“Kami percaya bahwa janji yang pernah disampaikan Bupati bukanlah sekadar pernyataan, melainkan komitmen moral dan tanggung jawab kepada masyarakat. Pemerintah Daerah dapat hadir untuk mempermudah dan meringankan, bukan mempersulit. Karena itu, kami berharap komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk kebijakan konkret yang memberikan kepastian dan rasa keadilan bagi semua pihak,” jelas Tjandra.